Megawati Tidak Terpancing Provokasi Lembaga Survei
Ketua DPP PDIP, Bambang Wuryanto, menegaskan bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak terpancing dengan provokasi
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDIP, Bambang Wuryanto, menegaskan bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak terpancing dengan provokasi lembaga survei tertentu yang tampaknya hendak mengadu domba dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi.
"Jadi kalau ada upaya provokasi dari survei, ya silahkan saja. Mungkin itu politik untuk membangun persepsi, dengan dianggap bahwa persepsi itu lebih penting dari realita," kata Bambang di gedung DPR RI Jakarta, Kamis (24/10/2013).
Menurut Bambang, jika di dunia akademik kapasitas Megawati sudah setara dengan Profesor Doktor sehingga untuk ukuran provokasi semacam itu tidak akan terpancing.
"Ibu Megawati sudah menjadi ketua umum sejak tahun 1993 kemudian 20 tahun memimpin dan pengalaman paling matang, pernah terlempar dari Istana saat bapaknya disingkirkan, kemudian saat itu tidak ada orang yang berani mendekati karena akan dianggap pro Bung Karno, kemudian dalam perjuangan panjangnya kembali lagi ke Istana. Jadi ini artinya Ibu Ketua Umum sudah sangat matang. Jadi sekapasitas ibu ketua umum bisa terprovokasi hal semacam itu saya kok melihatnya tidak begitu," kata Bambang yang juga Sekretaris Fraksi PDIP DPR RI ini.
Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terbaru mengeliminasi dua nama capres dengan elektabilitas tertinggi (Jokowi dan Prabowo Subianto) dan keduanya dianggap sebagai Capres wacana. Sejumlah pihak menyebut survei ini untuk memecah belah Jokowi dan Megawati sebab hanya Megawati Capres PDIPyang dimasukkan dalam survei.
"Silakan kalau ada upaya membangun persepsi seperti itu untuk tujuan mengadudomba, tetapi saya yakini beliau (Megawati) tidak akan terprovokasi," kata Bambang.
Menurut dia pengalaman dan kematangan politik Megawati dalam Pilkada juga terbukti tidak mudah terprovokasi dengan mengusulkan kandidat calon tertentu.
"Dengan pengalaman dan kematangan politiknya di pilkada sudah terbukti keputusannya tidak bisa diprovokasi, siapa yang nebak kalau di Jakarta diusung Jokowi, di Jabar Rieke, di Jateng usung Ganjar, dan Sumut usung Effendi Simbolon. Tetapi nyatanya? Tepat pilihan itu," kata Bambang.
Lanjut Bambang ada kecenderungan survei LSI itu melanggar kode etik. "Harusnya survei itu untuk semua orang. Mengeluarkan orang dari survei kan engak boleh? Motifnya untuk apa? Kan harusnya untuk publik, lalu itu untuk apa motifnya kalau ada nama yang dikeluarkan dari survei. Kalau metodologi clear. Tetapi motifnya dipertanyakan," kata dia.