Makna Sumpah Pemuda ala Japto Soelistyo
Japto Soelistyo Soerjosoemarno melihat saat ini pemuda semakin hilang semangat nasionalismenya.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Pimpinan Pusat Pemuda Pancasila, Japto Soelistyo Soerjosoemarno melihat saat ini pemuda semakin hilang semangat nasionalismenya.
Dengan demikian, Pemuda Pancasila yang lahir berbarengan dengan Sumpah Pemuda, berjanji akan terus mengajak muda-mudi agar tetap menjaga persatuan bangsa.
"Kami dilahirkan tepat pada 28 Oktober 1959 bertepatan dengan Sumpah Pemuda. Sehingga secara nilai kita ini sebagai penerus Sumpah Pemuda, ini yang akan terus kita jaga," kata Japto, usai memperigati Hari Sumpah Pemuda dan silaturahmi nasional puncak perigatan HUT ke-54 Pemuda Pancasila, Senin (28/10/2013).
Menurutnya, sejarah PP adalah sebuah organisasi yang dilahirkan karena mengantisipasi Dekrit Presiden 5 Juli tahun 1959. Setelah PP berdiri disusul pula banyak berdiri partai maupun ormas lain sebagai kubu-kubu Pancasila.
"Namun muda-mudi sekarang terlihat sudah melupakan apa yang dulu diperjuangkan, mereka sudah terlena dengan budaya barat," lanjutnya.
Dia menuturkan, terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian Pemuda Pancasila terhadap berbagai perkembangan dan kondisi bangsa.
Pertama, Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara sepertinya tidak lagi sebagai pandangan hidup bagi bangsa dan negara. Bahkan mungkin sudah mulai alergi untuk menempatkan pancasila sebagai azas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
"Akibat tidak menempatkan lagi Pancasila sebagai azas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maka dalam berbagai kebiajakan pemerintah telah terjadi penyimpangan dari perjuangan para Bapak Bangsa (founding father)," katanya.
Japto menyebutkan, hal tersebut tercermin dari kebijakan-kebijakan yang tidak lagi berpihak pada kepentingan rakyat. Bahkan dinilai lebih berpihak kepada asing dan konglomerat di Indonesia.
Menurutnya, dalam pandangannya PP itu tidak membedakan agama, suku, maupun ras. Indonesia harus kembali ke UUD 45 dan Pancasila ditetapkan sebagai dasar filosofi bangsa. Berdasarkan hal itu, PP selalu ingin melahirkan kader-kader bangsa yang menjalankan amanah Pancasila dan UUD 45.
Lebih lanjut Japto mengaku, sekarang PP merasa bingung dihadapkan dengan UUD 45 yang diamandemen. Padahal suatu hukum atau peraturan itu harusnya dibentuk untuk menciptakan keadilan, keamanan, kenyamanan, dan ketertiban di dalam masyarakat. Namun, kenyataannya, amandemen UUD itu kerap menciptakan keributan saat pelaksaaan pilkada.
"UU juga sering berubah, seperti penetapan pemimpin awalnya harus Indonesia asli, lalu berubah lagi harus putra darah dan nanti berubah lagi apa. Itu tidak bias," kata Japto.
Dengan begitu PP menetapkan akan selalu bersikap sesuai naskah asli baik dari Proklamasi, Pancasila, dan UUD 45.