MK Pernah Dapat Laporan Terkait Muhtar Effendi Diduga Calo Akil
Menurut Hamdan laporan yang diterima adalah Muhftar menghubungi pihak-pihak yang berperkara di Mahkamah Konstitusi
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK),Hamdan Zoelva, mengaku pernah mendapat laporan mengenai nama Muhtar Effendi terkait sepak terjangnya dalam pengurusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah.
Menurut Hamdan laporan yang diterima adalah Muhftar menghubungi pihak-pihak yang berperkara di Mahkamah Konstitusi atau semacam makelar.
"Saya tidak pernah kenal namanya Muhtar tapi saya mendapatkan banyak laporan. Laporan tentang menghubungi para pihak berperkara. Laporan itu jauh sebelum adanya kasus ini (penangkapan Akil Mochtar). Satu bulan sebelum peristiwa ini," ujar Hamdan kepada Wartawan di kantornya, Jakarta, Selasa (29/10/2013).
Menurut Hamdan, dalam laporan tersebut dikatakan bahwa Muhtar sering membawa-bawa nama hakim di MK untuk mengurus pemenangan perkara.
"Yang saya dengar sih dia membawa-bawa nama hakim gitu, lalu bisa diurus perkaranya. Itu laporan yang masuk," terang bekas politikus Partai Bulan Bintang itu.
Mahkamah sendiri, lanjut Hamdan, melakukan penyelidikan atas laporan tersebut sesuai dengan rapat permusyawaratan hakim (RPH). Namun, penyelidikan tersebut belum membuahkan hasil.
Hamdan pun menyambut baik jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dan menuntaskan kasus tersebut. "Saya rasa lebih baguslah ini KPK memeriksa soalnya dia kan bisa melakukan dan mempergunakan akses yang ada. Saya mendukung penuh," tegas Hamdan.
Sebelumnya, Muhtar Effendi, oknum yang disebut-sebut sebagai operator suap Akil Mochtar di daerah bagian Sumatra, dan pernah menerima uang Rp 2 miliar dari Bupati Banyuasin, Yan Anton Ferdian, atas pengurusan Pilkada Banyuasin.
Alamsyah Hanafiah, pengacara calon Bupati Banyuasin Hazuar Bidui, mengatakan Muhtar masih tercatat sebagai anggota keluarga Akil. Alamsyah mengatakan dari persetujuan suap sebesar Rp 10 miliar, Yan Anton baru membayar Rp 2 miliar.
Akan tetapi, Muhtar sendiri membantah pemberitaan tersebut. Menurutnya, dia hanya lah seorang karyawan swasta dan bukan bagian dari MK.