KSPI Bantah SBY bahwa Indonesia Tinggalkan Upah Murah Buruh
Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengkritik pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengkritik pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengatakan Indonesia telah meninggalkan kebijakan upah murah sangat bertolak belakang dengan fakta dilapangan.
Iqbal menilai kondisi di Indonesia justru berbanding terbalik dengan pernyataan Presiden SBY dimana pemerintah masih berpihak kepada kebijakan upah murah termasuk Gubernur Jokowi yang telah memutuskan UMP DKI 2014 Sebesar Rp. 2.441.301.
Berikut adalah penjelasan Said yang membantah pernyataan Presiden SBY:
1. Sangat tidak rasional dengan UMP tahun 2014 Rp.2.441.301 buruh dan masyarakat dapat hidup di Jakarta. Bahwa buruh mengeluarkan biaya hidup perbulan Rp. 600 ribu untuk sewa rumah, Rp. 500 ribu untuk ongkos transportasi ke pabrik dan kegiatan lainnya, Rp. 990 ribu untuk makan (makan pagi 9.000, makan siang 12.000, makan malam 12.000 perhari) maka sisa uang dipegang buruh hanya tinggal sekitar Rp. 250 ribu ($25) untuk biaya sebulan di Jakarta.
"Fakta ini menjelaskan bahwa Gubernur Jokowi dan Presiden SBY masih mempertahankan rezim upah murah," ujar Said dalam pesan singkatnya yang diterima Tribunnews, Jakarta, Selasa (5/11/2013).
2. UMP DKI tahun 2014 sebesar Rp. 2.441.301 sebagai ibukota Indonesia jauh lebih rendah dari upah minimum tahun 2013 di Bangkok (Thailand) sebesar Rp. 2,8 juta dan Manila (Filifina) Rp. 3,2 juta, hanya sedikit lebih tinggi dari upah minimum di Kamboja dan Vietnam (yang baru 5 tahun investasi asing berkembang disana).
Padahal, kata Said, investasi asing di Jakarta dan sekitarnya sudah masuk sejak 43 tahun yang lalu semenjak diberlakukannya UU PMA tahun 1970.
"Fakta ini menjelaskan, 43 tahun buruh tetap miskin sampai sekarang," ungkap Said.
3. Penetapan UMP DKI Rp. 2.441.301 Diputuskan berdasarkan KHL tahun 2013 sebesar 2.299.806 padahal anggota dewan pengupahan dari unsur buruh sudah mengusulkan KHL harus mengunakan KHL 2014 sebesar 2.767.320 karena UMP-nya untuk tahun 2014.
Menurut Said, Gubernur Jokowi tidak mau sama sekali mempertimbangkan usulan buruh yang menurut KSPI sangat rasional. Dengan demikian, fakta ini menjelaskan Gubernur Jokowi justru memberlakukan kebijakan upah murah yang bertentangan dengan pernyataan presiden SBY yang mengatakan Indonesia sudah meninggalkan kebijakan upah murah.
"Karena UMP DKI tahun 2014 mengunakan dasar perhitungan KHL tahun 2013, ini berarti buruh dan masyarakat DKI membayar biaya hidup di tahun depan dengan gaji di tahun sekarang. Jelas sekali kebijakan upah murah ini akan terus memiskinkan buruh dan masyarakat," kata Said.