Mengapa Prijanto Baru Laporkan Kasus Lahan BMW Sekarang?
Menurut Prijanto, Fauzi Bowo alias Foke dan Sutiyoso alias Bang Yos dianggap sebagai pihak yang harus bertanggung jawab
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, bersama politikus senior AM Fatwa dan aktivis LSM melaporkan dan menyerahkan bukti dugaan korupsi pelepasan lahan Taman BMW (Bersih, Manusiawi, Wibawa), ke KPK, Jakarta, Kamis (7/11/2013).
Menurut Prijanto, mantan Gubernur Fauzi Bowo alias Foke dan Sutiyoso alias Bang Yos dianggap sebagai pihak yang harus bertanggung jawab karena keduanya ikut menandatangani sejumlah dokumen tanah BMW yang bermasalah itu pada rentang waktu 2007-2008.
Keduanya ikut menandatangani Berita Acara Serah Terima (BAST) dari grup pengembang, PT Agung Podomora, ke Pemprov DKI Jakarta, dan Surat Pelepasan Hak (SPH) lahan BMW.
Dalam pelaporannya, Prijanto, AM Fatwa, dan LSM, menyerahkan kedua dokumen dan beberapa rekaman pembicaraan pihak terkait pelepasan lahan BMW ini ke pihak KPK.
Prijanto mengaku baru melaporkan dan menyerahkan bukti kasus itu ke KPK pada saat ini karena baru mengetahui adanya kejanggalan di proses pelepasan lahan BMW tersebut di pengujung menjabat wagub.
"Saya baru mengerti ini justru setelah tidak jadi wagub, 14 September 2012 atau tiga minggu sebelum akhir jabatan. Kalau saya tahu ini sejak awal, pasti masuk di buku saya, 'Kenapa Saya Mundur'. Dan saya baru benar-benar tahu awal 2013, ternyata begini," kata Prijanto usai pelaporan.
Prijanto mengaku khawatir disebut mencari pencitraan bila mengadukan kasus ini ke KPK pada saat menjabat wagub.
Ia meyakinkan langkah pengaduan ke KPK ini bertujuan untuk membantu Pemprov DKI Jakarta dan warga Jakarta agar bisa segera menyelesaikan masalah lahan BMW ini. Diketahui, akibat masalah sertifikat kepemilikan tanah itu, pembangunan stadion bertaraf internasional di Taman BMW belum bisa dilakukan.
"Kenapa baru sekarang? Karena saya baru mengerti ini justru setelah tidak jadi wagub. Pada waktu saya jadi wagub, staf dan gubernur bilang tanah BMW adalah kewajiban dari fasosfasum (fasilitas sosial dan fasilitas umum), dari pengembang yang sudah diserahkan DKI dan sudah masuk aset," paparnya.
Prijanto menceritakan kronologi dan kejanggalan pelepasan lahan BMW seluas 12 hektare di Sunter, Jakarta Utara, dari pihak pengembang ke Pemprov DKI Jakarta tersebut.
Pertama, dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) dari grup pengembang, PT Agung Podomora, ke Pemprov DKI Jakarta, tertera lahan yang dilepaskan seluas 26 hektare. Sementara, dalam Surat Pelepasan Hak (SPH) yang dilampirkan dalam BAST, pihak pengembang justru mencantumkan luas lahan yang dilepas hanya seluas 12 hektare atau hilang sebanyak 14 hektare.
Potensi kerugian negara akibat pembohongan lahan BMW yang sudah masuk aset Pemprov DKI itu ditaksir mencapai Rp 737 miliar.
Kedua, alamat lokasi tanah yang diserahkan pihak pengembang sebagaimana di BAST adalah Jalan Rumah Sakit Koja. Sementara, fakta di lapangan, tanah itu terletak di Jalan Pengadilan.
Ketiga, adanya sejumlah tanda tangan, nama, jabatan, dan alamat dalam dokumen BAST dan SPH tersebut tidak sinkron antara satu dan yang lain.
"Pengembangnya menurut Berita Acara Serah Terima adalah PT Agung Podomoro. Tapi, PT Agung Podomoro itu mewakili dari tujuh pengembang, seperti PT Astra Internasional, PT Subur Brother, dan sebagainya. Tapi, pengembang PT Astra dan PT Subur dalam persidangan perdata bilang, 'Eh, gw enggak ada hubungan dengan tanah BMW. Kewajiban gw sudah selesai'. Itu di pengadilan. Artinya, ada pencatutan nama PT," beber Prijanto.