PPATK Laporkan ke Kepolisian Belasan Oknum Bea dan Cukai
Menurut Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso, belasan nama oknum Bea dan Cukai sudah dilaporkan ke Kepolisian.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah menyerahkan tambahan data (inquiry) terkait kasus dugaan penerimaan suap kepada salah seorang mantan pejabat Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan senilai Rp 11,4 miliar ke kepolisian.
Menurut Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Agus Santoso, belasan nama oknum Bea dan Cukai sudah dilaporkan ke Kepolisian.
"Oknum-oknum Bea dan Cukai sudah kita laporkan ke kepolisian. Saya kira ini sudah ditangkap satu orang. Dan saya kira ini ada berbagai modus yang dilakukan oleh mereka. Bukan hanya ini, bukan hanya di satu unit masalahnya," ungkap Agus di Dapur Solo, kawasan Sunter, Jakarta, Sabtu (16/11/2013).
Diharapkan, laporan yang telah diberikan PPATK, polisi dapat menindaklanjutinya untuk proses penyidikan kasus ini sendiri dan bisa mengungkap praktek-praktek dan modus-modus yang diakukan oleh oknum-oknum di Bea dan Cukai.
Karena, laporan PPATK, tegas dia, jika sudah disampaikan, itu berarti ada dugaan kuat para oknum tersebut melakukan korupsi dan pencucian uang.
Sebelumnya, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah mengajukan permohonan penambahan data (inquiry) terkait kasus dugaan penerimaan suap kepada salah seorang mantan pejabat Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan senilai Rp 11,4 miliar ke Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
"HS (Heru Sulastyono) dan YA (Yusron Arif) sedang kami ajukan inquiry ke PPATK tentang rekening yang bersangkutan," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Rahmad Sunanto di Gedung Bareskrim Polri, Senin (11/11/2013).
Selain kedua tersangka, Rahmad mengatakan, penyidik juga mengajukan inquiry untuk saksi Widyawati.
Untuk diketahui, Widyawati merupakan mantan istri kedua dari Heru. Diduga, dalam kasus ini, rekening bank milik Widyawati dijadikan tempat untuk menampung suap yang diberikan Yusran kepada Heru.
Rahmad menambahkan, dengan pengajuan inquiry tersebut, diharapkan penyidik dapat mengungkap dari mana dan ke mana saja uang hasil suap tersebut mengalir. Dengan demikian, nantinya penyidik dapat melakukan pemblokiran terhadap sejumlah rekening dan menyita sejunlah aset milik tersangka yang diduga terkait dengan kasus ini.
"Kami telah melakukan penyitaan terhadap brankas milik HS. Namun, sampai saat ini belum berhasil dibuka," ujarnya.
Untuk diketahui, dugaan suap dalam kasus ini diberikan dalam rupa polis asuransi berjangka. Suap tersebut diduga diterima Heru dari Yusran Arief selama kurun 2005-2007, saat Heru menjabat sebagai Kepala Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok di Jakarta Utara.
Jabatan Heru sebelum dinonaktifkan adalah sebagai Kasubdit Ekspor dan Impor Ditjen Bea dan Cukai. Yusran diduga menyuap Heru sebagai upaya menghindarkan perusahaannya dari audit pajak.
Heru dan Yusran telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ini, dengan sangkaan Pasal 3 dan 6 UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Heru dan Yusran juga dikenakan sangkaan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Mereka dikenakan pula sangkaan Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 12 huruf a dan b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.