Kompolnas Minta Polri Kaji Ulang Kerjasamanya dengan Australia
Kompolnas meminta Polri untuk mengkaji ulang berbagai kerjasama yang dilakukan dengan pemerintah Australia.
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Gusti Sawabi
Laporan wartawan tribunnews.com : Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Polri untuk mengkaji ulang berbagai kerjasama yang dilakukan dengan pemerintah Australia.
Hal tersebut diungkapkan Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala dalam menyikapi penyadapan sejumlah telepon pejabat negara Indonesia secara ilegal yang dilakukan intelejen Australia.
"Kompolnas minta Polri perlu mempertimbangkan mengkaji ulang kerjasama Polri dengan Australia atas dampak penyadapan presiden RI," kata Adrianus kepada wartawan, Rabu (20/11/2013).
Dikatakan Adrianus, Polri diharapkan tidak pasif terkait kasus penyadapan oleh Australia yang menyinggung Indonesia. "Sebaliknya Polri dapat segera me-review semua bantuan Australia yang disalurkan melalui AFP (Australian Federal Police), AusAID maupun JCLEC," katanya.
Sementara komisioner lainnya Edi Saputra Hasibuan mengungkapkan bahwa bantuan Australia sejauh ini berada di bidang sensitif seperti Densus 88 Antiteror, Bomb Data Center, Cyber Crime, maupun Satgas Penyelundupan Manusia.
"Sesama pimpinan negara sudah seharusnya saling menghargai dan menghormati serta menghargai kedaulatan negara kita," katanya.
Sebagaimana diketahui, Badan Intelijen Australia menyadap percakapan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta istrinya, Ibu Ani Yudhoyono, dan sejumlah menteri di kabinet.
Dokumen rahasia yang dibocorkan mantan pegawai CIA dan kini menjadi buron Amerika Serikat, Edward Snowden, menunjukkan bahwa Presiden SBY dan sembilan orang lingkaran dalamnya telah menjadi target penyadapan Australia.
Dokumen yang diperoleh stasiun televisi Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan surat kabar The Guardian, memperlihatkan bahwa Badan Intelijen Australia melacak aktivitas telepon SBY selama 15 hari pada Agustus 2009 saat Kevin Rudd masih menjabat sebagai Perdana Menteri Australia.
Dokumen yang dikategorikan "top secret" ini dibuat oleh badan intelijen elektronik Australia, the Defence Signals Directorate (DSD), atau yang sekarang dinamai Australian Signals Directorate.
Informasi rahasia terbaru ini menunjukkan untuk pertama kalinya sejauh mana penyadapan Australia dilakukan terhadap pemerintah Indonesia.
Motto DSD, yang tertulis "Bongkar rahasia mereka - lindungi milik kita", menunjukkan bagaimana intelijen Australia secara aktif mencari cara sebagai strategi jangka panjang mereka untuk terus bisa memonitor aktivitas percakapan telepon SBY.
Telepon yang disadap termasuk milik Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono yang berada di Australia minggu lalu, mantan wakil Jusuf kalla, Juru bicara Kepresidenan Dinno Patti Djalal, Andi Mallarangeng, Hatta Rajasa, Sri Mulyani Indrawati, Widodo Adi Sucipto dan Sofyan Djalil.
Nama mereka tertulis beserta merk dan tipe ponsel masing-masing.
Salah satu dokumen berjudul "3G Impact and update" menunjukkan sejumlah bagan yang berusaha dipetakan Australia mengenai peluncuran teknologi 3G di Indonesia dan seluruh Asia Tenggara.
Dokumen itu juga mencatat bagaimana DSD memonitor aktivitas percakapan SBY melalui ponsel Nokia. Salah satu halaman berjudul "Indonesian President voice events" menjelaskan apa itu CDR. CDR adalah semua rekaman data yang bisa memonitor siapa yang ditelepon dan menelepon.
Setidaknya ada satu kejadian di mana intelijen Australia berusaha menyadap percakapan telepon SBY. Namun, menurut catatan di bagian bawah halaman itu, percakapan berlangsung kurang dari satu menit sehingga tidak cukup untuk mendengar secara utuh. Bocoran terbaru informasi spesifik dan target penyadapan telepon orang nomor satu di Indonesia diprediksikan akan meningkatkan ketegangan antara Indonesia dan Australia.