Rezim Pendaftaran UU Ormas Berlebihan
Pengetatan terhadap ormas yang berlebihan dinilai bisa menciderai kebebasan berserikat dan berkumpul.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan (UU Ormas) dinilai berlebihan karena mengatur pendaftaran bagi organisasi yang tidak berbadan hukum.
Pengetatan terhadap ormas yang berlebihan dinilai bisa menciderai kebebasan berserikat dan berkumpul.
"Rezim pendaftaran ini berlebihan dan justru berpeluang menciderai kebebasan berserikat dan berkumpul dalam penerapannya," ujar Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Eryanto Nugroho saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang lanjutan uji materi UU Ormas yang dimohonkan Pimpinan PP Muhammadiyah di MK, Rabu (20/11/2013).
Menurut dia, organisasi yang tidak berbadan hukum sebenarnya keberadannya cukup dijamin dalam UUD 1945. Jika diperlukan pendaftaran, di berbagai negara civil law lainnya, pendaftaran cukup dilakukan ke pengadilan, sehingga pendekatannya tetap dengan pendekatan hukum.
Apalagi, kata dia, tidak ada norma atau satu pasalpun dalam UU Ormas yang mewajibkan kepemililkan SKT. SKT adalah Pendaftaran dilakukan dengan memberikan surat pemberian Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari menteri/gubernur/bupati/walikota sesuai lingkupnya.
Terkait SKT tersebut, Eryanto mengatakan sudah ada beberapa contoh potensi kerancuannya. Seperti, Surat Edaran Gubernur Lampung No. 045.2/0427/11.03/2013 tentang Ormas/LSM yang terdaftar pada Pemprov Lampung. Dalam Angka lima surat edaran itu disebutkan Ormas, LSM, atau Lembaga Nirlaba di Lampung yang tidak memiliki SKT dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) dianggap illegal.
"Kesbangpol Lombok Tengah menemukan 47 LSM, termasuk yang sering hearing ke sejumlah dinas maupun DPRD tidak memiliki izin dan kantor, sehingga dianggap illegal. SKT ini berpotensi menciderai kebebasan berserikat berkumpul," katanya.