Tak Perlu Ada Penghulu Jika Ingin Menikah
Ulul Albab mengatakan, tindakan menerima gratifikasi oleh oknum yang membawa nama lembaga adalah tindakan korupsi
Penulis: Bahri Kurniawan
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepasang pengantin gadungan melakukan aksi teatrikal hampir telanjang saat demonstrasi di Kediri, Jawa Timur sambil menyerukan, bahwa budaya nikah telah terinjak. Demonstrasi itu dilakukan menyusul tuduhan gratifikasi para penghulu yang menikahkan pengantin di luar kantor dan jam kerja.
Menanggapi hal itu Tokoh Agama Jawa Timur, Ulul Albab menjelaskan terdapat korupsi informasi dan korupsi oknum di dalam peristiwa tersebut.
"Paradigma yang berkembang di tengah masyarakat selama ini, pernikahan tidak terjadi tanpa kehadiran penghulu. Hal ini dibiarkan oleh pemerintah, ini adalah korupsi!" tegasnya.
Ulul Albab mengatakan, tindakan menerima gratifikasi oleh oknum yang membawa nama lembaga adalah tindakan korupsi.
"Penghulu datang membawa nama KUA, dilihat dari sisi mana saja menerima gratifikasi jelas merupakan tindakan korupsi," tambahnya.
Dosen Administrasi Publik dan Rektor Unitomo (2007-2013) ini menjelaskan tugas dari penghulu adalah mencatat peristiwa pernikahan agar diakui negara. Penghulu juga tidak harus datang meski dilakukan di luar KUA.
"Ini urusan catat mencatat saja kok, sama dengan pencatatan akta kelahiran. Petugas kan tidak perlu sampai melihat proses kelahiran," imbuhnya.
Pria flamboyant yang sudah melahirkan beberapa buku terkait masalah korupsi ini memberi solusi agar masyarakat tidak perlu takut tidak jadi menikah karena penghulu tidak dapat datang.
"Sederhana saja. Menikah saja, baru datang ke KUA. Kalau petugas tidak mau mencatat, laporkan ke polisi. Menghalang-halangi proses pernikahan sama saja menghalang-halangi rakyat untuk beragama," tandas Ulul Albab.
Hal senada juga disampaikan oleh dosen kebudayaan Jawa Universitas Indonesia, Prapto Yuwono. Dia mengatakan tidak penting seorang penghulu datang dalam pernikahan adat Jawa.
"Pernikahan Jawa adalah tentang pertemuan dua keluarga untuk sebuah peristiwa sakral. Hari yang sudah ditentukan tidak dapat dibatalkan. Dalam budaya Jawa tidak perlu ada penghulu," terangnya.
Dia menambahkan keresahannya atas kesalahan paradigma masyarakat tentang kehadiran penghulu dalam pernikahan adat.
"Ini salah kaprah, ada penghitungan agar ditemukan hari yang tepat. Orang Jawa tidak main-main dalam urusan pernikahan. Sayang sekali jika ada pengantin yang tidak jadi menikah hanya karena urusan penghulu," terang Prapto. (bahri kurniawan)