Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terlambat Bereaksi Langkah Aneh Pemerintahan SBY Terkait Harga Elpji

Pengamat politik, Burhanudin Muhtadi, menilai aneh langkah Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono

Penulis: Y Gustaman
Editor: Widiyabuana Slay
zoom-in Terlambat Bereaksi Langkah Aneh Pemerintahan SBY Terkait Harga Elpji
Tribunnews.com/Hasanuddin Aco
Presiden SBY dan Wapres Boediono meluncurkan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan di Istana Bogor Jabar Selasa (31/12/2013) 

TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik, Burhanudin Muhtadi, menilai aneh langkah Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono yang terlambat bereaksi menyusul langkah Pertamina resmi naikkan harga elpiji kemasan 12 kilogram 1 Januari 2014.

Menurut Burhanudin, tak masuk akal bila Pemerintah baru tahu belakangan kalau kenaikan harga elpiji kemasan 12 kilogram di lapangan, ternyata sangat menyengsarakan masyarakat. Karena efek itu, kemudian Pemerintah langsung bereaksi.

"Ini menunjukkan ada miskoordinasi Pemerintah. Kalau pun memang ada desain untuk menaikkan elektabilitas Partai Demokrat, melalui pembatalan Keppres dan kenaikan harga elpiji, ini sangat tidak rapi," ujar Burhanudin kepada wartawan di Jakarta, Minggu (5/1/2014).

Memang, karena kenaikan harga elpiji kemasan 12 kilogram oleh Pertamina mendapat penentangan, termasuk Menteri ESDM Jero Wacik, yang notabene orang Demokrat. Bahkan, DPP Partai Demokrat terang-terangan menolak kenaikan harga elpiji tersebut.

Burhanudin menilai, adanya penolakan harga elpiji yang disuarakan lantang Demokrat atau lewat kadernya di Pemerintah, tak akan mengatrol elektabilitasnya di mata publik. Justeru, kenaikan harga elpiji yang sudah berlangsung beberapa hari, melahirkan sentimen negatif.

"Sehingga seolah-olah pemerintah tidak satu kata. Karena pemerintah sebagai pemegang saham terbesar di Pertamina yang notabenenya state corporate (perusahaan negara) melahirkan kebijakan harus dibatalkan sendiri oleh pemerintah," sambungnya.

Ia menambahkan, tidak rapi dalam mendesain kenaikan harga elpiji yang kemudian ditanggapi sebaliknya oleh pemerintah, tak akan menarik simpati publik. Setidaknya hal tersebut pernah dilakukan SBY pada pemerintahan sebelumnya, namun kali ini tak berpengaruh banyak.

Berita Rekomendasi

Burhanudin menunjukkan preseden kebijakan SBY sebelumnya yang pernah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), namun beberapa waktu kemudian menurunkan sampai dua kali harga BBM. Saat itu, publik terkesan sehingga elektabilitas Demokrat naik.

Cara terakhir mengenai pembatalan Keppres, dan kritikan keras pemerintah terhadap kenaikan elpiji oleh Pertamina tidak akan terlalu banyak menaikkan elektbailitas Demokrat, begitu kata Burhanudin.

"Apa yang terjadi, terlihat di mata publik karena kebijakannya seolah-olah tidak rapi, kalau pun ada desain tapi tidak bagus. Itu bisa dibaca masyarakat yang kritis sebagai upaya pemerintah cuci tangan. Pemerintah enggak dapat political gain dari ini ," katanya lagi.

Menteri ESDM, Jero Wacik mengkritik kebijakan Pertamina yang menaikkan harga jual elpiji 12 kilogram. Menurutnya, sebelum memutuskan menaikkan harga, Pertamina tidak berkordinasi terlebih dahulu dengan Pemerintah.

"Saya baru terima suratnya tadi. Itu keputusan korporat. Mestinya Pertamina (putuskan, red) ada Pemerintahnya juga (ikut, red)," tutur Jero saat ditemui di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (5/1/2014).

Ia mengakui, Pertamina memiliki kewenangan, untuk menaikkan harga jual gas elpiji non-subsdidi 12 kilogram. Tapi, menyangkut hal yang sensitif di masyarakat seperti kenaikkan harga elpiji saat ini, Pertamina harus koordinasikan dengan pemerintah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas