Cukup Rp 20 Juta Per Truk, Produk China 'Cincai' Masuk ke Indonesia
Oknum pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengeruk untung dari pengusaha lewat jalan haram di Entikong. Produk China bebas bea
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhend
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wilayah Entikong yang berada di Kalimantan Barat memang jauh dari pengawasan. Daerah di perbatasan Indonesia dan Malaysia tersebut dimanfaatkan oknum-oknum pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk mengeruk untung dari pengusaha lewat jalan haram.
Itulah yang dilakukan Langen Projo saat mejabat sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan DJBC Tipe C Entikong pada 2010 lalu. Ia menerima uang suap untuk memuluskan barang-barang yang masuk dari Malaysia menuju Pelabuhan Pontianak.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto menjelaskan tentang asal-usul suap yang diberikan Herry Liwoto kepada Langen Projo selaku Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan DJBC Tipe C Entikong dan Syafruddin selaku Kepala Seksi Kepabeanan Kantor P2 DJBC Tipe C Entikong.
"HL (Herry Liwoto) ini kalau disebut importir itu harusnya mempunyai nomor pengenal impor, tetapi kegiatan dia memang memasukan barang dari Cina melalui pintu masuk di Entikong, dan setelah masuk Entikong dikirim melalui pelabuhan Pontianak, dari Pontianak baru disebarkan melalu Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak," kata Arief di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (17/1/2014).
Dalam kegiatan ekspor impor tentu harus melalui prosedur, tetapi apa yang dilakukan Herry Liwoto tidak mengikuti prosedur yang ada dalam memasukan barang China ke Indonesia.
Proses masuknya barang China ke Indonesia diawali para penjual yang ada di Indonesia dengan melakukan pemesanan terhadap barang-barang China yang akan dijual di Indonesia melalui sesorang.
Para pedagang memesan berbagai barang dalam jumlah yang besar. Kemudian orang yang mengumpulkan pesanan barang-barang China tersebut setelah banyak pesanan barang, orang tersebut berangkat ke China.
"Di China yang bersangkutan yang menerima pemesanan ini memesan barang-barang produk Cina dalam jumlah besar, setalah masuk jumlah besar masuk di kontainer, setelah masuk di kontainer maka ketika barang sudah siap kirim yang bersangkutan pulang ke Jakarta," ungkapnya.
Kemudian barang-barang yang sudah dibeli di China, melalui pengurus produsen yang ada di China dikirimlah ke pemesan yang sudah pulang ke Jakarta tersebut dengan titipan kilat jasa kurir.
Pada saat proses pengiriman tersebut lah Herry Liwoto melalui PT Kencana Lestari berperan. Ia yang mengurus semua barang-barang yang sudah dipesan dari China tersebut masuk melalui Entikong sampai akhirnya bisa masuk ke Jakarta dan Surabaya.
"Herry Liwoto lah yang akhirnya mengurus semua proses ini, barang dari China di shiping menggunakan kapal masuk sampai ke pelabuhan Kucing (Malaysia), masih dalam kontainer setelah sampai di Kucing, kontainer tersebut dikirim ke Tabedu masih di Malaysia perbatasan dengan Entikong," papar Arief.
Karena masuk ke perbatasan Indonesia melalu Entikong tidak boleh menggunakan kontainer, maka barang yang dalam kontainer di angkut dengan truk. Truk-truk tersebut lah yang masuk membawa barang berbagai macam produk tersebut ke Indonesia melalui Entikong sampai akhirnya masuk ke Pelabuhan Pontianak.
"Dari Pontianak sebelum dikirim ke Jakarta dimasukan lagi ke dalam kontainer, sehingga yang terjadi adalah pengiriman antarpelabuhan dalam negeri, ada yang ke Priok dan Tanjung Perak dan Medan," ungkapnya.
Dengan membayar Rp 20 juta setiap satu truknya dan menunjukan kartu lintas batas, barang-barang dari China tersebut bisa dengan mudah masuk Entikong kemudian ke Pelabuhan Pontianak.
"Bayangkan kalau barang-barang dari luar negeri masuk dengan proses benar harus bayar pajak, ini kan tidak ada proses pajak sama sekali. Yang menerima pajak malah petugasnya. Ini kami sedang dalami semua, itu modus di perbatasan," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.