Kuasa Hukum Anggoro Bingung Soal Kasus yang Menjerat Kliennya
kasus suap terkait proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Kementerian Kehutanan 2007
Penulis: Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Anggoro Widjojo, Thomson Situmeang, mengaku masih bingung dengan kejelasan kasus yang menjerat kliennya, kasus suap terkait proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Kementerian Kehutanan 2007.
KPK menjerat Anggoro dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena selaku Direktur Utama PT Masaro Radiokom diduga melakukan penyuapan untuk mempengaruhi pejabat Kemenhut dan Komisi IV saat itu terkait kelanjutan proyek SKRT
Thomson mempertanyakan alasan penetapan tersangka Anggoro yang justru terjadi setelah Anggoro berada di Singapura dan pasca-testimoni mantan Ketua KPK Antazhari Azhar yang menyebut keterlibatan kliennya.
"Bagaimana kasusnya, kami justru bertanya-tanya," kata Thomson, Jakarta, Jumat (31/1/2014).
Thomson mengawali perbincangan dengan Tribun dengan menyatakan dirinya masih menjadi kuasa hukum Anggoro mengingat kakak kandung Anggodi Widjojo itu belum pernah mencabut surat kuasanya sejak 19 Juni 2009 lalu.
Ia menceritakan, kasus yang menjerat Anggoro bermula saat kantor PT Masaro Radiokom di Jalan Martapura Jakarta, digeledah pada Juli 2008 atau saat KPK menyidik kasus korupsi proyek Pelabuhan Tanjung Siapi-api, Sumatera Selatan. "Sampai sekarang kami enggak tahu hasil geledah atau barang yang disita apa aja," ujarnya.
Menurutnya, setelah itu, tiba-tiba KPK melakukan penecegahan bepergian ke luar negeri terhadap kliennya. Padahal, saat itu Anggoro tengah berada di Singapura.
Menurut Thomson, dirinya dan Anggoro sendiri makin bingung karena KPK selanjutnya menetapkan kliennya sebagai tersangka kasus suap terkait kelanjutan proyek SKRT Kemenhut 2007 pada 19 Juni 2009.
Mereka makin bertanya-tanya karena penetapan tersangka itu terjadi setelah Antasari Azhar membuat testimoni tentang adanya dugaan suap ke pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah.
"Selanjutnya Anggoro dipanggil sebagai tersangka terkait proyek SKRT 2007-2008, dipanggil dua kali lalu jadi DPO pada Juli 2009," jelasnya.
Menurut Thomson, sebenarnya tidak ada pidana korupsi yang dilakukan Anggoro. Sebab, saat proyek SKRT 2007-2008 berjalan, Anggoro sudah tidak menjabat di PT Masaro Radiokom.
"Di PT Masaro, Anggoro hanya pemegang saham. Dan sebenarnya, Pak Anggodo sendiri enggak ada jabatan maupun saham di PT Masaro itu," jelasnya.
Diketahui, setelah sekitar lima tahun menjadi buronan, akhirnya kepolisian China berhasil menangkap Anggoro di Shenzhen pada Rabu (29/1/2014). Kini, Anggoro sudah ditahan KPK di Rutan Pomdam Jaya, Guntur.
Thomson berharap pihak KPK memproses Anggoro dengan adil dan terlepas dari konflik kepentingan mengingat kasus ini juga terkait mantan pimpinan KPK, Bibit-Chandra sebelumnya.
"Tertangkapnya Anggoro ini kan hasil kerjanya KPK, Ok lah kami apresiasi itu. Tapi, nanti kita buktikan di pengadilan," ujarnya.