Harapan Atas Menteri Perdagangan Baru: Harus Selesaikan Kasus Beras Impor
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi harus bergerak cepat menyelesaikan sejumlah pekerjaan di Kementerian yang dipimpinnya.
Penulis: Danang Setiaji Prabowo
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi harus bergerak cepat menyelesaikan sejumlah pekerjaan di Kementerian yang dipimpinnya.
Pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan adalah kasus beras impor asal Vietnam dan stabilisasi harga kebutuhan bahan pokok.
Ketua Asosiasi Tekstil Indonesia, Ade Sudrajat Usman, mengatakan Menteri Perdagangan baru tidak memiliki banyak waktu, namun hanya sampai bulan Oktober.
Menurutnya bila waktunya dipergunakan dengan baik maka hasilnya pun akan menjadi coretan tinta emas dalam kiprah Kementerian Perdagangan di akhir periodenya.
“Yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah membuka akses pasar ke Amerika dan Eropa untuk produk lokal. Kedua wilayah itu penting. Khusus Eropa dengan 500 juta orang disana, daya belinya sangat tinggi. Seharusnya bisa menjadi peluang besar bagi Indonesia," kata Ade, Kamis (13/2/2014).
"Apalagi dengan era perdagangan bebas sekarang ini. Kita sudah terlalu jauh dari negara-negara Asia lainnya. Jangan terlalu berkompetisi, lebih baik harus saling mengisi. Intinya adalah orientasi eskpor," tambah mantan Ketua Kadin Jawa Barat periode 2007–2008 tersebut.
Sedangkan menurut pengusaha asal Jawa Timur Panel Barus, sebaiknya Menteri Perdagangan yang baru menyelesaikan dulu persoalan beras impor. Menurutnya persoalan impor komoditi seperti beras, menjadi salah satu masalah saat ini.
"Menteri Perdagangan yang baru diharapkan dapat segera menyelesaikan persoalan ini. Namun diharapkan berhati-hati dalam mengambil kebijakan, khususnya kebijakan impor. Karena kalau salah membuat kebijakan akan merugikan komoditi Indonesia," paparnya.
Pengusaha tembakau ini menambahkan, M Lutfi sebagai Menteri Perdagangan yang baru, masa tugasnya sangat singkat dan hanya menjalani sisa program kerja Menteri sebelumnya.
"Karena itu sebaiknya kebijakan yang dibuat benar-benar efisien dan berpihak pada perdagangan Indonesia," tukasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.