Bambang Soesatyo Sebut Eksekutor Pemanggilan Paksa Boediono Kewajiban Polri
Bambang Soesatyo mengatakan adalah keliru jika pihak Polri mengaku tak berwenang menghadirkan secara paksa Wakil Presiden Boediono
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Timwas Century DPR RI, Bambang Soesatyo mengatakan adalah keliru jika pihak Polri mengaku tak berwenang menghadirkan secara paksa Wakil Presiden Boediono ke DPR. Diketahui, Wapres Boediono sudah diundang dua kali secara patut oIeh DPR.
Menurut Politisi Golkar ini, itu akan menjadi preseden buruk, aparat negara tidak mematuhi perintah UU. Ia juga menyertakan petikan lengkap bunyi Pasal 72 UU No 27 Tahun 2009 Tentang MD3.
Dijelaskannya, Pasal 72 ayat (1): DPR dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan bangsa dan negara.
Pasal 72 ayat (2): Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 72 ayat (3): Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan panggilan paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut dia jelaskan, kalau menolak panggilan paksa, maka sesuai ayat (4) dan (5) sanksinya pejabat bisa disandera paling lama 15 hari sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Atau jika habis masa jabatannya atau berhenti dari jabatannya, pejabat dilepas dari penyanderaan demi hukum.
Mengacu pada UU tersebut, kata dia, jelas tidak mungkin DPR yang mengadirkan secara paksa atau DPR mengirim Pamdal atau Satpam atau mengerahkan rakyat untuk menghadirkan paksa seseorang yang dibutuhkan keterangannya oleh DPR untuk kepentingan Bangsa dan Negara. Tapi, itu adalah tugas dan kewajiban Polri sebagai aparat atau alat negara.
"Kecuali memang Polri telah menempatkan diri sebagai alat kekuasaan," ungkap Anggota Komisi III DPR ini kepada Tribunnews.com, Jumat (7/3/2014).
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Pol Sutarman mengaku masih belum melihat surat tembusan dari DPR RI terkait pemanggilan ketiga Wakil Presiden Boediono.
Seperti diketahui, surat panggilan itu ditembuskan ke Kapolri Jenderal Sutarman dengan maksud bila Boediono tidak memenuhi panggilan ketiga, ia bisa mengawal untuk melakukan panggilan paksa.
Terkait pemanggilan paksa Boediono, Kapolri menjelaskan sampai sekarang belum ada aturan mengenai hal tersebut. Pasalnya, menurut Sutarman, Polri hanya memiliki kewenangan pemanggilan paksa seseorang, atau menangkap seseorang, kalau ada terkait dengan tindak pidana yang ditangani oleh Polri.
"Mekanisme pemanggilan paksa itu seperti apa. pemanggilan itu (Timwas Century) sampai sekarang belum ada aturannya. Jadi kita belum bisa," ungkap Kapolri, di kompleks Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (7/3/2014).
Karena itu, dia tegaskan, kalau tidak terkait delik pidana, Polri tidak bisa melakukan pemanggilan Paksa.
"Pemanggilan paksa oleh polri itu hanya terkait dengan penegakan hukum. Kalau pemanggilan oleh institusi lain untuk memanggil, untuk memaksa, itu belum ada aturannya," tegasnya.