Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Desenting Opinion, Majelis Hakim Tolak Eksepsi Akil Mochtar

Akil tampak sayu wajahnya ketika mendengar putusan sela yang dibacakan majelis hakim. Sebelum sidang dimulai Akil sempat mengaku sakit

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Desenting Opinion, Majelis Hakim Tolak Eksepsi Akil Mochtar
Tribunnews/DANY PERMANA
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar menjalani sidang dengan agenda nota keberatan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2014). Akil didakwa karena diduga menerima suap dalam pengurusan sengketa Pilkada di MK. 

Menurut Jaksa, seharusnya diajukan melalui mekanisme praperadilan sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 10 dan pasal 77 KUHAP.

"Terhadap keberatan terdakwa tersebut kami tidak sependapat. Karena penangkapan atas diri terdakwa telah memenuhi definisi tertangkap tangan sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 19 KUHAP," kata Ely.

Dijelaskan Ely, penyidik telah melakukan penangkapan atas Anggota DPR Chairun Nisa dan pengusaha Cornelis Nalau dan Akil Mochtar.

Menurut Ely, Nisa dan Cornelis telah tertangkap tangan datang ke rumah Akil untuk menyerahkan uang kurang lebih Rp 3 miliar memenuhi permintaan terdakwa. Tujuan pemberian uang itu, kata Ely, untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil Pilkada Kabupaten Gunung Mas.

"Kedatangan Hj Chairun Nisa yang didampingi Cornelis Nalau Antun tersebut sudah atas sepengetahuan terdakwa dan dikehendaki oleh terdakwa yang akan kami buktikan dalam pemeriksaan pokok perkara nanti," kata Ely.

Soal keberatan Akil karena penyidik tidak pernah menunjukkan surat perintah penangkapan, Jaksa menilai apa yang dilakukan itu sudah benar sesuai ketentuan pasal 18 ayat 2 KUHAP.

"Dengan demikian sudah tepat jika penyidik KPK tidak menunjukkan surat perintah penangkapan karena dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah," kata Ely.

Berita Rekomendasi

Jaksa juga tidak sependapat dengan keberatan Akil terkait penyitaan barang, dokumen, surat yang dilakukan Penyidik KPK dengan sprindik 52 dan 58, tidak relevan dengan pasal yang disangkakan.

"Terkait keberatan terdakwa tersebut, kami tidak sependapat. Terkait penyitaan diatur dalam pasal 39 dan 40 KUHAP," kata Ely.

Jaksa juga tak sependapat soal keberatan Akil yang mengaku tidak pernah diperiksa sebagai tersangka berkaitan dengan sprindik 59/01/10/2013 terkait dugaan tindak pidan korupsi pilkada lainnya. Menurut Jaksa, Akil keliru jika mengatakan tidak pernah diperiksa sebagai tersangka terkait sprindik itu.

"Tersangka telah diperiksa sebagai tujuh kali," katanya. Berita Acata Pemeriksaan, lanjut Jaksa, juga telah diparaf dan ditandatangani Akil Mochtar.

Jaksa juga menolak keberatan Akil yang mempermasalahkan pengenaan pasal 3 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 UU nomor 15 tahun 2003 juncto UU nomor 25 tahun 2003. Alasannya, UU tersebut sudah tidak berlaku atau telah dicabut.

Jaksa menjelaskan pasal 95 UU nomor 8 tahun 2010 tidak menghidupkan kembali UU yang lama. Tetapi, berlaku untuk perbuatan sebelum lahirnya UU yang baru. Tujuannya untuk mengisi kekosongan hukum.

"Sehingga sudah tepat jika tinak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh terdakwa sebelum berlakunya UU nomor 8 tahun 2010, dikenakan UU nomor 15 tahun 2002 juncto UU nomor 25 tahun 2003," kata Jaksa.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas