Langkah SBY Berhentikan Jumhur Dinilai Tepat
Pakar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai, pemberhentian Jumhur oleh SBY sudah diprediksi sebelumnya.
Penulis: Bahri Kurniawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Susilo Bambang Yudhoyono memberhentikan Jumhur Hidayat dari jabatannya sebagai Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dinilai sebagai sebuah keputusan yang tepat.
Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai, pemberhentian Jumhur oleh SBY sudah bisa diprediksi sebelumnya.
“Sejak awal saya melihat, komunikasi politik yang dilakukan Jumhur sudah tidak tepat dan salah sasaran. Apa yang dilakukan Jumhur tidak pas secara etika. Mungkin Jumhur ingin memanfaatkan kebaikan SBY, tetapi SBY ternyata tegas terhadap dirinya” ujar Hendri, Selasa (18/3/2014).
Lebih jauh dikatakan Hendri, prospek Jumhur di PDIP pun sebenarnya belum jelas, terlebih PDIP juga belum tentu juga akan menang pada Pemilu 2014 ini.
“Saya rasa PDIP belum tentu menang, kok. Lagi pula, saya rasa PDIP akan lebih mengutamakan kader yang sudah berjuang bersama dalam waktu lama, bukan yang ‘mendadak PDIP,” tukasnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Pendidikan Politik Solusi Pemuda Indonesia (SPI), Ramadhan Isa menilai keputusan SBY memecat Jumhur sebagai langkah yang cepat dan tepat. Ia menyebut Kepala BNP2TKI bukanlah jabatan yang berada di bawah kementerian, melainkan langsung di bawah presiden.
“Karena sikap Jumhur yang tiba-tiba langsung menjadi partisan partai oposisi, saya kira tindakan yang diambil seorang SBY cepat dan sangat tepat. Seharusnya kan Jumhur harus ingat, dia ‘kan dilantik oleh SBY,” jelas pria yang biasa disapa Dhani dan juga menjabat Ketua Serikat Buruh Muslimin Indonesia (SBMI).
Dhani berpendapat, prospek Jumhur ke depan di PDIP sendiri belum jelas. Karena PDIP merupakan partai yang berdasarkan fanatisme, melainkan lebih mengedepankan idealisme.
“Jadi saya piker gerak Jumhur di PDIP tetap sempit karena dia akan diapit oleh kelompok-kelompok idealis. Menurut saya, PDIP juga akan memiliki banyak pertimbangan,” papar aktivis muda Nahdhatul Ulama ini.
Lebih lanjut dikatakannya, apa pun partainya sudah pasti mengalami pasang surut, termasuk PDIP. Mulai tahun Pemilu 1999, 2004, 2009, lalu sekarang Pemilu 2014, PDIP sudah megalami banyak pasang surut.
“PDIP juga tidak semudah itu untuk didikte oleh seorang Jumhur, meski dia memiliki uang banyak. Siapa yang loyal dan siapa yang tidak loyal, tidak semudah itu. Karena ada kelompok-kelompok idealis di sana. Kecuali PDIP menjadi partai yang pragmatis,” tandasnya.