KPK Bidik Pejabat dan Swasta Terkait Kasus Rachmat Yasin
Dugaan keterlibatan pihak lain itu didapati dari data dan keterangan saksi-saksi dan ketiga tersangka.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selain tiga tersangka, termasuk Bupat Rachmat Yasin, KPK menduga kuat ada sejumlah penyelenggara negara dan pihak swasta yang terlibat suap rekomendasi izin alih fungsi lahan hutan lindung di kawasan Bojong-Puncak-Cianjur (Bopunjur) seluas 2.754 hektare.
Karena itu, penyidik KPK akan mengembangkan dan mengungkap pihak-pihak yang berperan turut membantu pemulusan rekomendasi izin alih fungsi hutan lindung di Bogor itu.
"Pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, tidak menutup kemungkinan ada pihak lain sebagai tersangka. Misal RY selaku Bupati dan kawan-kawan. Jadi, ada pihak lain yang diduga terlibat. Ini perlu dilakukan (diusut) karena KPK ingin kasus ini sampai tuntas," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto di kantor KPK, Jakarta, Kamis (8/5/2014) malam.
Dugaan keterlibatan pihak lain itu didapati dari data dan keterangan saksi-saksi dan ketiga tersangka. Karena itu, penyidik dalam menetapkan ketiga tersangka tersebut juga menyertakan pasal pihak-pihak yang membantu atau juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH-Pidana.
Tiga orang yang terjaring OTT tim KPK pada Rabu (7/5/2014) yakni, Bupati Bogor Rachmat Yasin alias RY dan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Muhammad Zairin selaku penerima suap Rp1,5 miliar dan petinggi PT Bukit Jonggol Asri (PT BJA) Francis Xaverius Yoseph Yap alias YY selaku pemberi.
KPK menyita uang Rp1,5 miliar yang diserahkan perwakilan PT BJA itu untuk Rachmat Yasin. Sebelum itu, Rachmat Yasin yang merupakan kepala daerah dari PPP telah menerima uang Rp3 miliar dalam dua tahap, yakni Rp 1 miliar dan Rp 2 miliar, dari pihak yang sama.
Total dana Rp4,5 miliar tersebut diduga sebagai suap setelah sebuah perusahaan developer bertaraf nasional yang dibantu oleh PT BJA mendapat rekomendasi alih fungsi kawasan hutan lindung seluas 2.754 hektare di Bopunjur untuk pembangunan perumahan.
Selain pejabat dan pihak swasta tingkat Kabupaten Bogor, diduga suap alih fungsi kawasan hutan lindung suap ini melibatkan pejabat dan pihak swasta hingga tingkat nasional. Sebab, perizinan alih fungsi hutan lindung harus mendapat persetujuan hingga tingkat Kementerian Kehutanan.
Pada Juli 2011, PT BJA mengumumkan dimulainya proyek pembangunan kota mandiri terbesar di Indonesia, Sentul Nirwana yang akan memaksimal lahan hingga 12.097 hektare di Kabupaten Bogor.
Bambang belum bisa memastikan, apakah suap Rp 4,5 miliar PT BJA pemulusan penggunaan lahan hutan lindung 2.754 hektare tersebut berkaitan dengan maksimalisasi luas area pembangunan Sentul Nirwana. "Itu masih didalami," kata dia.
Yang jelas, Bambang menilai suap penggunaan kawasan hutan lindung untuk kepentingan pembangunan perumahan ini sangat keterlaluan. "Gila, ini sangat gila! Coba bayangin, bagaimana penyerobotan tanah di sana yang kalau luasnya capai 2.754 hektare itu ditukar dengan uang segitu," ujar Bambang dengan suara meninggi.