Program Kampung Deret Ala Jokowi, Bisa Diaplikasikan di Tingkat Nasional
Salah satunya adalah program Kampung Deret, yang awalnya memicu rasa skeptis, namun belakangan mengundang decak kagum
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Calon Presiden RI yang juga Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) diapresiasi atas kepedulian, keberanian, dan kepemihakannya kepada masyarakat melalui program-program kerakyatan di Provinsi DKI Jakarta.
Salah satunya adalah program Kampung Deret, yang awalnya memicu rasa skeptis, namun belakangan mengundang decak kagum.
Menurut Ahli Tata Kota dari Universitas Trisakti Jakarta, Yayat Supriyatna, yang terlibat dalam program Kampung Deret itu, keberhasilan program itu tak lepas dari kepemimpinan Jokowi dan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama.
Sejak awal Jokowi sudah menekankan beberapa prinsip dilaksanakannya program Kampung Deret. Yakni bahwa untuk rakyat, berapapun biayanya, sebagai pemimpin, Jokowi akan berikan berapapun. Kedua, penerima bantuan program harus mengikuti kriteria yang ditetapkan. Jangan dibagikan ke anggota masyarakat karena merupakan sanak famili dari aparat birokrasi, namun harus ke masyarakat kalangan miskin dan kurang mampu.
"Dan hasilnya, kepemimpinan Pak Jokowi sangat mempengaruhi keberhasilan program ini," kata Yayat di Jakarta, Sabtu (24/5/2014).
"Gambarannya begini. Program ini sifatnya bantuan dan gratis. Apakah ada pemimpin di kota lain, yang duit APBD banyak, mau berbuat seperti ini? Kesehatan gratis, pendidikan gratis. Di Jakarta, duitnya banyak nih, maka dibantu lagi di perumahan. Kalau duit lebih banyak, saya yakin, ya lebih banyak yang dibantu."
Dari situ, Yayat merefleksikan bahwa yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta di bawah Jokowi melalui Porgram Kampung Deret adalah prinsip bahwa seorang pemimpin takkan mau jadi kaya sendiri.
"Mau jadi pemimpin ingin cari apa? Pengen kaya dan cari kekuasaan? Atau mengabdi? Maka disinilah terjadi konsep pengabdian. Kalau memang tujuannya memperbaiki masyarakat, dibuat lah seperti ini," jelasnya.
Yayat menjelaskan bahwa di masa lalu, sebenarnya sudah banyak program sejenis. Misalnya Program Perbaikan Kampung, lalu di Kementerian Pekerjaan Umum dengan Program P3KT.
"Bertahun-tahun bantuan dari pusat, tapi malah tak dilakukan," kata dia.
Beda dengan Jokowi, yang muncul dengan program semacam Kampung Deret, dan berhasil melaksanakannya. Dengan itu, Yayat meyakini apabila Jokowi jadi pemimpin RI, maka program seperti Kampung Deret di Jakarta pasti bisa diaplikasikan untuk seluruh Indonesia.
"Jokowi bisa melakukannya kalau ini mau diangkat menjadi program nasional. Saya bahkan memimpikan ini dibangun secara nasional bahwa kawasan kumuh perkotaan dikurangi alias no slum," jelasnya.
Dia melanjutkan konsep program semacam Kampung Deret mudah dijalankan asal ada kemauan pemimpin. Yang lebih penting, jangan ada bancakannya.
"Kepemimpinan penting untuk bisa memastikan pelaksanaannya. Karena rakyat haus sentuhan dari pemimpin yang peduli rakyatnya. Kalau pemimpin ingin dikenang, kenanglah dengan sesuatu yang baik dan jangan korupsi," ujar Yayat.
Lebih jauh, dia menilai program Kampung Deret bisa menjadi bagian dari konsep Revolusi Mental yang pernah diajukan Jokowi. Yakni melalui tiga tahap dimulai dengan revitalisasi perumahan, dilanjutkan revitalisasi ekonomi melalui pembangunan kampung ekonomi kreatif.
"Setelah kampung deret, bangun kampung ekonomi kreatif. Jadi kampung deret jangan sekedar bikin orang senang terima bantuan. Tapi bangun juga ekonominya," jelas Yayat.
Tahap ketiga adalah revitalisasi sosial. Ketiga tahap itu, apabila disebarkan ke seluruh Indonesia, maka rakyat Indonesia akan menjadi bagian dari 'Kampung Mandiri'.
"Jadilah kita berdikari, yang merupakan salah satu konsep Trisakti Bung Karno. Itulah revolusi mental melalui kampung deret," ujarnya.
Yayat menilai kemampuan manajerial Jokowi sebagai gubernur berhasil menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi di dalam program kampung deret. Walau demikian, ada beberapa poin evaluasi, khususnya bila program itu akan dibawa ke tingkat nasional.
Pertama, harus ada tim pendahulu yang melakukan studi menyeluruh atas kelaikan lokasi dan jumlah warga yang menerima bantuan. Tim itu juga akan mempelajari sejauh mana biaya program mencukupi kebutuhan revitalisasi perumahan warga.
Kedua, masyarakat didorong untuk membuat tabungan sendiri seandainya jumlah biaya yang digelontorkan Pemerintah masih kurang. Sebagai catatan, di DKI Jakarta, setiap rumah diberi bantuan Rp54 juta.
Ketiga, memastikan tidak adanya pungutan dari aparat birokrasi di atas hingga tingkat RT/RW, dengan membuka posko pengaduan.
"Kepemimpinan penting untuk bisa memastikan pelaksanaannya. Saya yakin Pak Jokowi sudah teruji dan bisa melakukannya," tegas Yayat.
"Dulu banyak yang tak percaya kampung deret. Sekarang, setelah jalan, ternyata berhasil. Sekarang berbondong-bondong orang mengajukan permohonan agar ikut program ini," Yayat menambahkan.