Ikatan Keluarga Orang Hilang Serahkan Dukungan ke Jokowi
Resolusi yang salah satu isinya memberi dukungan kepada Jokowi untuk menuntaskan kasus penculikan aktivis 1997/1998 serta pelanggaran HAM
"Kami juga berharap bantuan pak Jokowi bisa menemukan keberadaan 13 orang yang masih hilang, hidup atau mati."
Jakarta - Di acara "Jokowi Ngobrol Bareng Netizen" yang digelar di Ballroom Hotel Lumire, Senen, Jakarta Pusat, Kamis malam, 26 Juni 2014, Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi) Indonesia menyerahkan resolusi organisasi kepada calon presiden Joko Widodo (Jokowi).
Resolusi yang salah satu isinya memberi dukungan kepada Jokowi untuk menuntaskan kasus penculikan aktivis 1997/1998 serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu, itu disampaikan Utomo Raharjo, orangtua Petrus Bima Anugerah, dan Fitri Nganthi Wani, putri Wiji Thukul. Bima dan Thukul adalah aktivis dan penyair anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD) korban penculikan, yang hingga hari ini masih hilang.
Jokowi yang mengenakan batik bercorak cokelat itu langsung membaca resolusi Ikohi yang telah dicetak dalam sebuah kertas berukuran besar itu. "Harapan kami, pak Jokowi menjadi presiden seperti yang diharapkan oleh rakyat. Kami juga berharap bantuan pak Jokowi bisa menemukan keberadaan 13 orang yang masih hilang, hidup atau mati," kata Utomo Raharjo.
Dalam resolusi organsisasi yang dikeluarkan, Ikohi antara lain menolak Prabowo Subianto sebagai capres; menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjalankan rekomendasi DPR tahun 2009 dalam kasus orang hilang 1997/1998 (1. Pencarian 13 aktivis yang hilang, 2. Keprres pengadilan HAM ad hoc, 3. Rehabilitasi dan kompensasi, 4. Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa Internasional); menuntut pada pemerintah SBY dan presiden terpilih mendatang untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu; dan bila pemerintah Indonesia tidak menunjukkan itikad politik kasus penculikan aktivis dan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu, maka akan diadukan ke mekanisme HAM internasional.
Ramai diberitakan, kasus penculikan terhadap aktivis pro demokrasi yang terjadi pada 1997-1998 hingga saat ini tak pernah tuntas diusut. Berdasarkan catatan Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) 23 orang telah dihilangkan oleh aparat negara. Dari jumlah tersebut, satu orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga kini. Mereka yang masih dinyatakan hilang antara lain Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.
Dalam perkembangannya, diketahui Tim Mawar yang merupakan tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat menjadi tim yang melakukan operasi penculikan terhadap aktivis politik pro-demokrasi. Kala itu yang menjadi Danjen Kopassus adalah Prabowo Subianto.
Jokowi sendiri pernah menegaskan keberpihakannya terhadap kasus penculikan. Dalam kondisi apa pun, Wiji Thukul harus ditemukan, hidup atau mati. "Harus jelas. Masa 13 orang bisa tidak ketemu tanpa kejelasan," kata Jokowi kepada wartawan di rumah relawan di Jalan Sukabumi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin 9 Juni 2014 lalu.
Proses pencarian orang hilang tersebut, lanjut Jokowi, merupakan bagian dari kebijakan besarnya terkait penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia pada 1998. Ia menamakan upaya ini sebagai bagian rekonsiliasi. Namun, sebelum melaksanakan rekonsiliasi, Jokowi mengatakan bahwa ia harus mengetahui terlebih dahulu siapa yang benar dan salah. (skj) (Advertorial)