Demokrat Dukung Prabowo, Status Quo Dinilai Berlanjut
Dukungan sebagian besar kader Demokrat ke Jokowi-JK ini, tak akan ditindak oleh DPP. Dijamin tak ada teguran atau pencopotan jabatan atau pencabutan.
"Kasus Century dan Hambalang pun kini melengkapi berlabuhnya kapal besar penuh masalah tersebut."
Jakarta - Partai Demokrat tak tahan juga hanya jadi penonton panggung pilpres. Akhirnya Senin, 30 Juni 2014 partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono itu resmi mendukung pasangan capres cawapres Prabowo Subianto-Hatta Radjasa. Ihwal dukungan resmi itu disampaikan oleh Ketua Harian DPP Partai Demokrat, Syarief Hassan.
"DPP Partai Demokrat memutuskan dan menginstruksikan seluruh pengurus DPP, DPD, DPC, kader-kader Demokrat, seluruh simpatisan, serta sayap organisasi Partai Demokrat, untuk mendukung Prabowo-Hatta," kata Syarief seperti dikutip Merdeka.com, Selasa 1 Juli 2014.
Syarief mengatakan, keputusan politik itu, berdasarkan keputusan DPP Partai Demokrat termasuk Ketua Umum SBY. "Statemen politik hari ini adalah statemen politik DPP Partai Demokrat. Memberikan dukungan penuh kepada pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa," ujarnya.
Syarif berkilah dukungan itu diberikan setelah mencermati visi misi kedua capres. Sayangnya ia tak menjelaskan kenapa mencermati visi misi perlu waktu lama, hingga deklarasi dukungan diberikan hanya selang sembilan hari sebelum pencoblosan, 09 Juli 2014. "PD mengamati, mengikuti mempelajari pemaparan orasi capres cawapres selama kampanye. Prabowo-Hatta lah yang menurut PD mendukung dan melanjutkan program ekonomi pemerintahan SBY," papar Syarief.
Namun instruksi DPP Partai Demokrat itu tak diindahkan sejumlah kadernya. Kader Demokrat yang sudah merapat ke pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla enggan balik kandang. Anggota DPR dari Partai Demokrat Nova Riyanti Yusuf tetap memilih Jokowi-JK.
Ruhut Sitompul ogah mengikuti instruksi. "Kenapa aku ke kubu Pak Jokowi? Karena dia teraniaya. Aku tidak senang melihat orang teraniaya, karena apa pun Jokowi sudah tidak bisa dibendung, Jokowi sudah kehendak Tuhan menjadi presiden yang ketujuh," tutupnya seperti dikutip Kompas.com, Selasa 01 Juli 2014.
Sementara Hayono Isman malah memilih mendeklarasikan dukungannya ke Jokowi-JK sehari setelah instruksi itu keluar. Di markas tim pemenangan Jokowi-JK Jenggala, Selasa, 01 Juli 2014, Hayono menyatakan mendukung Jokowi-JK karena ada kesamaan visi ekonomi Jokowi dengan pemerintah SBY. "Jokowi lebih dekat kepada konsep ekonomi SBY, jadi lebih realistis dijalankan," ujar peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat tersebut.
Di Sulawesi Tengah sejumlah kader Demokrat memilih bergabung dengan Jokowi-JK. Dimotori Sekretaris Partai Demokrat Sulawesi Tengah Talitti Paluge dan Mohammad Hamdin mereka membuat Posko Perjuangan Rakyat Sulawesi Tengah.
Dukungan sebagian besar kader Demokrat ke Jokowi-JK ini, tak akan ditindak oleh DPP. Dijamin tak ada teguran atau pencopotan jabatan atau pencabutan kartu anggota. Hal ini sudah ditandaskan Syarief Hasan. "Kader itu kan secara individu. Biarkan saja. Dan itu diputuskan sebelum kita memutuskan sikap secara institusi mendeklarasikan. Partai Demokrat tidak akan menyita waktu dan energi untuk mengurusi keputusan pribadi kader yang telah memutuskan mendukung Jokowi-JK. Kita lebih baik memikirkan Pilpres dulu," kata Syarief yang juga Menteri Koperasi dan UKM ini.
Partai Demokrat pada awalnya hendak mengajukan calon presiden sendiri. Ikhtiar ini dilakukan termasuk dengan menggelar hajatan konvensi. Namun perolehan suara pemilu legislatif 2014 tak mencukupi Partai Demokrat maju sendiri. Maka pada 18 Mei 2014, Ketua Umum Partai Demokrat merangkat Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan netral dan tidak bergabung ke kubu manapun.
“Partai Demokrat tidak berpihak. Dalam arti tidak bergabung dalam kubu manapun. Kubu Jokowi maupun kubu Prabowo," ujar SBY di Hotel Sultan, 18 Mei 2014. Bahkan kata SBY, Demokrat bakal menempatkan partainya pada oposisi di dalam parlemen DPR RI. Namun, SBY berjanji Demokrat akan menjadi penyeimbang dan pengontrol kebijakan pemerintah. "Di parlemen, PD siap menjadi oposisi. Penyeimbang, kritis dan cerdas guna memastikan kebijakan pemerintah rasional dan berkepentingan rakyat," ujar SBY.
Bergabungnya Demokrat ke Prabowo-Hatta disindir politisi PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto menilai koalisi yang dibangun Prabowo-Hatta ibarat kapal besar yang di dalamnya terdapat banyak kader partai atau orang bermasalah. Seperti persoalan terkait Lumpur Lapindo, korupsi impor daging, korupsi pencetakan Alquran, korupsi Haji, penumpulan hukum untuk kecelakaan putra pejabat, dan juga persoalan terkait dengan pencurian patung-patung di museum.
"Kasus Century dan Hambalang pun kini melengkapi berlabuhnya kapal besar penuh masalah tersebut," kata Hasto. Ia lantas membandingkan dengan koalisi Jokowi-JK yang dibangun adalah dukungan rakyat."Rakyat bergerak, menyongsong perubahan karena Jokowi adalah kita. Modal sedikit tidak masalah, yang penting semangat dan keyakinan terhadap pemimpin yang merakyat dan berpengalaman seperti Jokowi. Selamat datang kekuatan perubahan Jokowi-JK versus kekuatan status quo Prabowo-Hatta," katanya seperti dikutip merdeka.com, Selasa 1 Juli 2014. (skj) (Advertorial)