Terdakwa Century Harap Majelis Hakim Memutus dengan Hati Nurani
Hari ini, Rabu (16/7/2014), mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu dijadwalkan menjalani sidang agenda pembacaan vonis dari majelis hakim
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Gusti Sawabi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Budi Mulya masuk babak akhir. Hari ini, Rabu (16/7/2014), mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu dijadwalkan menjalani sidang agenda pembacaan vonis dari majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Budi Mulya melalui penasihat hukumnya, Luhut Pangaribuan berharap majelis hakim mempertimbangkan hati nuraninya.
"Kami berharap yang terbaik, majelis hakim masih tetap memiliki hati nurani karena dia harapan terakhir," kata Luhut.
Luhut memahami posisi kliennya terhitung sulit. Pasalnya dia memandang, kasus yang menjerat Budi Mulya sudah dipolitisasi. Terlebih Luhut mengklaim, kliennya juga tidak memiliki peran dalam pengambilan kebijakan soal FPJP dan bail out.
"Tapi ini kan kemerdekaan dan martabat BM (Budi Mulya). Dia tidak mengambil kebijakan tentang FPJP dan bail out tapi pemerintah," ujarnya.
Tetapi terlepas dari penilaian tersebut, menurut Luhut pihaknya hanya bisa berdoa untuk mengharapkan hal terbaik bagi kliennya.
Diketahui, Jaksa KPK menjatuhkan tuntutan berupa hukuman penjara selama 17 tahun kepada Budi Mulya.
Selain tuntutan hukuman penjara, Budi Mulya juga dijatuhi tuntutan dengan pidana denda Rp800 juta subsider delapan bulan kurungan, serta tuntutan uang penganti sebanyak Rp 1 miliar.
Edwin Firdaus