Kekecewaan Budi Mulya
Lembaga peradilan akhirnya memutus kontroversi yang melingkupi bailout Rp 6,7 triliun terhadap Bank Century.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga peradilan akhirnya memutus kontroversi yang melingkupi bailout Rp 6,7 triliun terhadap Bank Century.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyatakan mantan Deputi Bank Indonesia (BI) Budi Mulya bersalah dan mengganjar hukuman 10 tahun penjara, Rabu (16/7/2014).
Tak pelak Budi Mulya mengungkapkan kekecewaan terhadap putusan pengadilan di tingkat pertama itu. Ia berpendapat majelis hakim hanya menjatuhkan vonis berdasarkan tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya sedih, saya kecewa. Penghilatan yang mulia majelis hakim hanya berdasarkan tuntutan JPU. Masih berkeras kepala seolah-olah yang dilakukan kami di Bank Indonesia dan KSSK (Komite Satbilitas Sistem Keuangan) itu tindakan salah, kebijakan yang salah," kata Budi seusai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Budi Mulya dipersalahkan terkait pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai Bank gagal berdampak sistemik.
Dalam tuntutannya, JPU berpendapat, dari Oktober sampai November 2008 tidak ada krisis ekonomi di Indonesia.
"Hanya mengatakan bahwa negeri ini sejak Oktober sampai November 2008 tidak ada krisis. Ini bukan ngomongin krisis yang sedang terjadi. Saya Deputi Gubernur Bidang Moneter, mengeluarkan PBI (Peraturan Bank Indonesia) No 10, mengenai bagaimana BI memberikan fasilitas likuiditas aset," katanya.
Kebijakan Bank Indonesia, kata Budi Mulya, bukan tanpa alasan. Dasarnya, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Presiden kita yang masih aktif juga menulis buku bahwa November 2008 itu bukan keadaan normal. Itu keadaan harus diantisipasi, kalau tidak akan terjadi krisis lebih lanjut," ujarnya.
Menurutnya, Bank Indonesia bersama pemerintah bekerja berdasarkan kompetensi, pengalaman, dan mandat.
"Ini cerita bagaimana mengantisipasi krisis di perbankan/keuangan agar tidak terulang seperti tahun 1997/1998. Jangan dibayangkan Oktober-November sudah terjadi krisis seperti 1997/1998," tambahnya.
Majelis hakim menyatakan Budi Mulya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yakni menyalahgunakan kewenangan terkait pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Selain itu Budi Mulya juga divonis membayar denda Rp 500 juta subsider kurungan 5 bulan.
Menurut majelis hakim, Budi terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan Boediono (Gubernur BI), Miranda Swaray Goeltom (Deputi Senior Gubernur BI, Siti Chalimah Fadjrijah, (Alm.).
Kemudian, S Budi Rochadi, Muliaman Darmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono, Ardhayadi Mitodarwono, Raden Pardede, Robert Tantular, dan Hermanus Hasan Muslim.
Kelalaian dalam menetapkan bank gagal berdampak sistemik itu mengakibatkan adanya kuncuran FPJP sebesar Rp 689 miliar dan penyertaan modal sementara (PMS) Rp 6,7 triliun kepada Bank Century.
Perbuatan terdakwa dinilai kontraproduktif dengan program pemberantasan korupsi yang sedang giat-giatnya dilakukan pemerintah.
Selain itu perbuatan terdakwa dianggap merusak citra Bank Indonesia sebagai bank sentral. Menurut majelis hakim, terdakwa harusnya menjadi contoh dan teladan yang baik.
Hal memberatkan lainnya, terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan perbuatan itu telah merugikan keuangan negera lebih dari Rp 8 triliun.
Sedang hal meringankan yaitu terdakwa Budi Mulya bersikap sopan selama menjalani persidangan. "Selain itu terdakwa masih memiliki tanggungan keluarga serta belum pernah dihukum," kata majelis hakim.
Putusan itu tidak bulat karena seorang anggota majelis hakim, Anas M, mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion).
Anas M pada intinya berpendapat Budi Mulya seharusnya dibebaskan dari dakwaan jaksa. "Dakwaan yang kabur dan batal demi hukum, sehingga harus dibebaskan dari semua hukuman," kata Anas.
Merespon vonis tersebut, Budi Mulya langsung menyatakan banding. Sementara JPU dari KPK menyatakan pikir-pikir.
"Terima kasih yang mulia majelis hakm. Saya Budi Mulya menyatakan banding atas putusan ini," kata Budi Mulya.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU yaitu pidana penjara selama 17 tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider 8 bulan kurungan.