Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ditjen Pemasyarakatan: Pembebasan Bersyarat Hartati Murdaya Sesuai Prosedur

Terpidana kasus suap bupati Buol, sejak Juli lalu itu bebas karena mendapat pembebasan bersyarat (PB) dari pemerintah.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ditjen Pemasyarakatan: Pembebasan Bersyarat Hartati Murdaya Sesuai Prosedur
Kompas.com
Terdakwa kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit Kabupaten Buol Hartati Murdaya (tengah) menjalani persidangan dengan agenda vonis, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/2/2013). Pemilik PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) tersebut divonis kurungan penjara 2 tahun 8 bulan dengan denda Rp 150 juta dan subsider penjara 3 bulan, karena menyuap Bupati Buol, Amran Batalipu. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM memberikan pembebasan bersyarat kepada warga binaan Hartati Murdaya karena telah memenuhi persyaratan substantif dan administratif.

Terpidana kasus suap bupati Buol, sejak Juli lalu itu bebas karena mendapat pembebasan bersyarat (PB) dari pemerintah.

"Saat ini yang bersangkutan masih melaksanakan kewajibannya menjadi klien Bapas Jakarta Pusat diantaranya wajib melapor sebulan sekali," kata Kepala Humas Ditjen Pemasyarakatan Akbar Hadi Prabowo kepada Tribunnews.com, Minggu (31/8/2014) malam.

Dikatakan Akbar, pemberian PB ini sudah sesuai dengan prosedur sebagaimana ketentuan PP99 tahun 2012.

Berdasarkan ketentuan SE Menkumham No. M.HH-13.PK.01.05.06 tahun 2014 ttg pelaksanaan PP no.99 th 2012 ttg perubahan kedua atas peraturan PP no. 32 th 1999 ttg syarat dan tatacara hak wargabinaan Pemasyarakatan tanggal 4 Juni 2014.

"Sejak tanggal 23 Juli 2014, yang bersangkutan telah menjalani 2/3 masa pidana. Selama menjalani pidana yang bersangkutan tidak pernah mendapatkan remisi," katanya.

Berita Rekomendasi

Menurut Akbar, proses pemberian PB ini telah melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan baik tingkat UPT (Rutan Pondok Bambu), tingkat wilayah (Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta) dan tim TPP tingkat pusat (Ditjen Pas).

Sebelumnya diberitakan, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik hal itu karena dianggap melanggar ketentuan.

"Kita kecewa terkait pembebasan bersyarat kepada Hartati Murdaya. Ini bisa menjadi cermin buruk upaya pemberantasan korupsi dari pemerintah. Ironis dan kontradiktif karena KPK berlomba jebloskan koruptor ke penjara, pemerintah berlomba membebaskan," kata peneliti ICW Emerson Yuntho dalam jumpa pers di kantor YLBHI, Jalan Dipenogoro, Jakarta, Minggu (31/8/2014).

Emerson menilai, pembelian bebas bersyarat bagi Hartati oleh pemerintah yaitu Menkum HAM dianggap melanggar PP nomor 99 tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Presiden SBY.

"Dalam PP tersebut, pasal 43 ayat 1 huruf a dan b jelas menyebutkan syarat pembebasan bersyarat adalah bagi mereka yang mau kerjasama atau menjadi justice collaborator. Saya nggak tahu, dia justice calburator atau justice calculator," kritiknya.

Hartati ‎kata Emerson, tidak pernah diterapkan sebagai justice collaborator. Kemudian, syarat lain telah menjalani masa tahanan sebanyak dua pertiga. Hartati dinilai belum memenuhi syarat ini.‎

"Vonis Hartati 4 Februari 2013, kalau normal, dia keluar tahun 2015. Nah, dua pertiganya dia baru November ini dapat pembebasan bersyarat."

"Lalu tidak boleh lupa pasal 43 b ayat 3 bahwa salah satu syarat pembebasan bersyarat adalah rekomendasi dari Dirjen PAS. Di situ jelas Dirjen memberi pertimbangan kepada Menteri memperhatikan keamanan dan keadilan," ujarnya

Pada ayat 3 kata Emerson, Dirjen PAS wajib meminta rekomendasi kepada institusi terkait soal rekomendasi itu. Tapi dari informasi awal, tidak ada rekomendasi yang dikeluarkan KPK.

"Ini jadi aneh dan janggal karena melanggar PP 99 tahun 2012. Konteks Menteri memberikan pembebasan bersyarat kepada Hartati dalam alaaan apa? Berkelakuan baik, justice collaborator? Sudah dua pertiga? Ini tak pernah jelas," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas