Luthfi Divonis MA 18 Tahun, PKS: Luthfi Masih Bisa Ajukan PK
kasus yang menimpa mantan presidennya sebagai bentuk ketidakadilan
Penulis: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) memutuskan memperberat hukuman Mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pun menyarankan agar LHI melakukan upaya hukum lain yakni peninjauan kembali.
"Bukan setuju atau tidak setuju, tapi dia masih punya hak hukum sebagai warga negara, bisa melakukan peninjauan kembali," kata Anggota Majelis Syuro PKS Refrizal di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (16/9/2014).
PKS, kata Refrizal, menilai kasus yang menimpa mantan presidennya sebagai bentuk ketidakadilan. "Tidak adil, korupsi apa? tidak jelas, kerugian uang negaranya apa? juga proyeknya juga apa? Coba bedakan dengan proyek Hambalang. Saya minta ke Pak Luthfi tetap peninjauan kembali," tutur Anggota Komisi VI DPR itu.
Mengenai pencabutan hak politik Luthfi, Refrizal kembali meminta Mantan Presiden PKS itu melakukan upaya hukum. "Kan masih ada peninjauan kembali," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung memperberat hukuman mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara. Dalam putusan kasasinya, MA juga mencabut hak politik Luthfi untuk dipilih dalam jabatan publik.
Putusan kasasi itu dijatuhkan pada Senin (15/9/2014) kemarin dengan ketua majelis kasasi yang juga Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo Alkostar, dengan anggota majelis Hakim Agung M Askin dan MS Lumme.
Selaku anggota DPR, Luthfi terbukti melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi imbalan atau fee dari pengusaha daging sapi. Ia juga terbukti menerima janji pemberian uang senilai Rp 40 miliar dari PT Indoguna Utama dan sebagian di antaranya, yaitu senilai Rp 1,3 miliar, telah diterima melalui Ahmad Fathanah.
Sebelumnya, Luthfi divonis 16 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Ia dinyatakan terbukti korupsi dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Pengadilan tipikor juga menjatuhkan hukuman tambahan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hanya memperbaiki lamanya subsider denda, yaitu dari satu tahun kurungan menjadi enam bulan kurungan.