Stafsus Jero Enggan Beberkan Kasus Jero
Wiryadinata hanya mengatakan bahwa penyidik KPK masih mencecarnya seputar Jero Wacik.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Staf Khusus Jero Wacik, I Ketut Wiryadinata enggan membeberkan hasil pemeriksaannya di KPK. Hari ini, dia kembali diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan pemerasan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang menjerat mantan Menteri ESDM Jero Wacik.
Wiryadinata hanya mengatakan bahwa penyidik KPK masih mencecarnya seputar Jero Wacik. Selebihnya ia meminta langsung ditanyakan kepada KPK.
"Ya sekitar 20 pertanyaan. Masih seputar Pak Jero. Saya tidak berwenang menyampaikan materi pemeriksaan tanyakan saja ke KPK," kata Wiryadinata usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Rabu (17/9/2014).
Lebih jauh, Wiryadinata mengklaim tidak mengetahui Jero pernah mengeluh soal dana operasional menteri.
"Saya tidak tahu. Saya hanya melanjutkan pemeriksaan kemarin," ucapnya.
Seperti diketahui, Wiryadinata sudah diperiksa KPK pada Kamis (11/9/2014) lalu. Usai pemeriksaan, ia mengaku ditanya mengenai dana operasional menteri.
Wiryadinata mengaku tidak tahu persis soal penambahan DOM. Ia mengaku Jero tidak pernah menceritakan mengenai DOM yang kecil kepadanya.
Wiryadinata juga mengklaim tak tahu soal rapat fiktif yang disangka kepada Jero. Namun ia pernah mengikuti rapat bersama Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat itu.
Selain itu, Wiryadinata mengaku tidak mengetahui mengenai besaran untuk rapat. Begitu disinggung apakah mendapat sesuatu saat rapat, Wiryadinata menyatakan tidak mendapat apa-apa.
Dalam kasus dugaan pemerasan di Kementerian ESDM, Jero disangka melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasca dilantik sebagai menteri ESDM, Jero meminta tambahan dana operasional menteri. Sebab plafon yang diterimanya tidak mencukupi. Atas permintaan Jero, jajaran di lingkungan Kementerian ESDM telah memberikan dana sepanjang 2011 sampai 2013 sebesar Rp 9,9 miliar.
Dana itu diduga digunakan Jero untuk kepentingan pribadi, pihak ketiga dan pencitraan. Diduga dana itu berasal dari kick back rekanan dalam suatu kegiatan dan dari beberapa kegiatan rapat yang sesungguhnya sebagian besar rapat-rapat itu adalah rapat fiktif.