Panja RUU Pilkada Masih Perdebatkan Syarat Uji Publik Usulan Demokrat
Uji publik hanya diikuti dan dipantau masyarakat tentang integritas dan rekam jejak calon itu," tutur Hakam Naja.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat resmi menyampaikan usulan 10 poin Pilkada langsung kepada panitia kerja (Panja). Ketua Panja RUU Pilkada DPR RI Abdul Hakam Naja mengatakan hampir semua poin yang diusulkan Demokrat diterima. Namun ada satu poin yang masih menjadi perdebatan mengenai uji publik.
"Tentang uji publik yang bisa membatalkan kandidat itu karena dikhawatirkan bisa menjegal calon, jadi karena sudah diadopsi sebagian besar, maka dimasukkan menjadi usulan," kata Hakam di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/9/2014).
Dari syarat-syarat itu, Hakam mengatakan masih ada satu point yang diperdebatkan yakni aturan uji publik bisa membatalkan calon gubernur, calon bupati, dan calon wali kota.
"nSementara dalam draft disebutkan tidak bisa membatalkan calo. Uji publik hanya diikuti dan dipantau masyarakat tentang integritas dan rekam jejak calon itu," tuturnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR itu juga menjelaskan adanya kesepakatan bahwa semua daerah akan mempunyai wakil kepala daerah. Namun belum disepakati apakah posisi wakil kepala daerah itu dipilih secara paket dengan kepala daerah atau ditunjuk langsung oleh kepala daerah terpilih.
Selain itu, Hakam juga menjelaskan aturan mengenai politik dinasti, dan pelaksanaan pilkada satu putaran atau bisa dua putaran.
Ia menuturkan terdapat fraksi yang tidak menghendaki aturan itu dimasukkan dalam rancangan undang-undang.
"Tapi sebagian fraksi menghendaki itu diatur satu tingkat yaitu anak dan orang tua, kakak-adik, dan perkawinan suami atau istri. Jadi yang ada hubungan darah satu tingkat baru bisa mencalonkan periode lima tahun ke depan," tutur Politisi PAN itu.