Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Paripurna DPR 25 September 2014 Dinilai Sebagai Tragedi

"Kita tidak akan tutup mata atas tragedi dan drama 25 september lalu. Kita akan trauma," ujar Titi.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Paripurna DPR 25 September 2014 Dinilai Sebagai Tragedi
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Anggota DPR dari Fraksi PDIP berdiri untuk menyatakan dukungan Pilkada langsung saat voting pengesahan RUU Pilkada di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2014). Pengesahan dilakukan melalui mekanisme voting dengan hasil pemilihan kepala daerah dikembalikan lewat DPRD.Hasil voting menunjukkan sebanyak 226 anggota dewan memilih pilkada lewat pilihan DPRD. Sedangkan, anggota DPR yang memilih Pilkada langsung ada sebanyak 135 orang. Total, seluruh anggota DPR yang mengikuti voting sebanyak 361 orang. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Angraini mengatakan mekanisme Pilkada oleh DPRD merupakan pertimbangan elite politik bukan atas pertimbangan rakyat.

"Kami yakin bukan  pertimbangan untuk rakyat, tapi pertimbangan elite," ujar Titi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, sabtu (27/9/2014).

Titi mengatakan alasan pilkada tidak langsung agar rakyat tidak terkena politik uang sangat mengganggu akal sehat. Karena, lanjut Titi, substansi permasalahannya bukan terkena  imbas politik uang atau tidak, melainkan aspirasi rakyat  yang dilokalisasi ke DPRD.

Sehingga menurut Titi alasan yang dikemukakan untuk mendukung Pilkada DPRD dengan mencatut nama rakyat merupakan kebohongan yang akan selalu diingat.

"Kita tidak akan tutup mata atas tragedi dan drama 25 september lalu. Kita akan trauma," ujar Titi.

Tanggal 25 September 2014 dimaksud ketika rapat paripurna DPR RI mensahkan RUU Pilkada dengan Pilkada melalui DPRD bukan langsung oleh rakyat.

Berita Rekomendasi

Titi mengatakan dengan dikembalikannya Pilkada ke DPRD telah membuktikan bahwa para elite tidak sabar dalam politik. Padahal untuk menjaga demokrasi tersebut kesabaran sangat diperlukan.

"Saya pernah katakan berkali-kali bahwa berdemokrasi  butuh kesabaran sebab jikalau tidak sabar, godaan kembali ke otoritarian dan fasis kuat. Kesabaran kita sekarang diuji, kita diminta sabar dengan  perilaku politisi," ujar Titi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas