Politisi PAN: DPR Tandingan Mengada-ada
"Karena itu, rakyat dipersilahkan memberikan penilaian sendiri tentang keberadaan mereka," kata Ketua DPP PAN Saleh Daulay.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Amanat Nasional (PAN) menilai penggunaan istilah DPR tandingan salah kaprah dan tidak tepat. Dari sisi aturan perundang-undangan, istilah tersebut tidak dikenal dan cenderung mengada-ada.
"Karena itu, rakyat dipersilahkan memberikan penilaian sendiri tentang keberadaan mereka," kata Ketua DPP PAN Saleh Daulay melalui pesan singkat, Minggu (2/11/2014).
Menurut Saleh tidak ada istilah dualisme kepemimpinan DPR. Dengan mengatakan dualisme, berarti ada dua pimpinan DPR yang sah. Padahal, dari semua aturan dan tata tertib yang ada, hanya pimpinan DPR yang diketuai Setya Novanto yang dinilai sah secara hukum.
"Terbukti telah dilantik oleh MA dan bahkan Presiden Jokowi juga sudah mengirimkan surat resmi berupa konsultasi tentang nomenklatur kabinet kepada mereka," ujarnya.
Selain itu, kata Saleh, menanggapi implementasi azas proporsionalitas dalam pembentukan AKD, perlu ditegaskan bahwa azas proporsionalitas yang dimaksud adalah pengisian alat kelengkapan dewan sesuai dengan proporsi perolehan suara.
Fraksi yang jumlah kursinya lebih banyak mendapat proporsi yang lebih besar dalam menempatkan anggotanya di setiap AKD. Sementara yang lebih sedikit kursinya mendapat proporsi yang lebih sedikit. Semua itu sudah dilaksanakan pimpinan dan ditawarkan kepada semua fraksi di dalam paripurna.
"Masalahnya, ada beberapa fraksi yang tidak mau memasukkan nama-nama sesuai dengan proporsinya. Katanya karena tidak proporsional dalam menyusun pimpinan di AKD. Ini tentu merupakan dua hal yang berbeda dan sama sekali tidak koheren," kata Saleh.
Pasalnya, mekanisme pengisian AKD secara proporsional sesuai jumlah kursi berbeda dengan mekanisme pemilihan pimpinan AKD. Semestinya, beberapa fraksi itu memasukkan nama-nama anggotanya dulu di dalam AKD.