Kawasan Timur Perlu 100 Tahun Mengejar Ketertinggalan
Dibutuhkan waktu 100 tahun atau satu abad untuk menyamai dengan cara mengejar ketertinggalan tersebut.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Kelautan Prof Dr Victor Nikijuluw menyebutkan ketertinggalan dan kesenjangan antara Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan Kawasan Barat sudah terlalu jauh. Dibutuhkan waktu 100 tahun atau satu abad untuk menyamai dengan cara mengejar ketertinggalan tersebut.
Penilaian tersebut dikemukakan Pakar Kelautan Prof Dr Victor Nikijuluw dalam diskusi tentang "Kemandirian Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia" yang diselenggarakan Yayasan Archipelago Solidarity Foundation di Jakarta, Kamis (13/11/2014).
Diskusi ini menghadirkan sejumlah ahli kelautan, antara lain, Prof Dr Victor Nikijuluw Msc (pakar kelautan, dekan fakultas ekonomi Ukrida Jakarta), Prof Dr Semmy Khouw Msc. (pakar kelautan Universitas Pattimura Maluku), Dr Augy Sahilatua, Msc (ahli kelautan/Direktur LIPI Ambon).
Menurutnya, pemerintahan Presiden Jokowi-JK harus bisa melakukan perubahan mendasar, dan sekaligus melakukan terobosan. Salah satu bidang yang bisa mempercepat jarak mengejar ketertinggalan adalah pembangunan infrastruktur yang jumlahnya harus minimal lima kali lebih banyak dari yang ada sekarang di KTI.
Victor menegaskan, untuk mengejar ketertinggalan KTI itu, perlu perubahan struktur pembangunan secara fundamental melalui investasi modal, SDM secara masif pada sektor maritim, agar sektor ini menjadi andalan untuk pertumbuhan dan pemerataan pembangunan untuk (KTI).
"Bila tidak ada perubahan struktur maka cerita lama akan terulang lagi, yaitu kesenjangan antara Timur dan Barat Indonesia yang akan semakin tinggi dan konvergensi pun juga akan terjadi, yaitu NKRI yang semakin mundur dengan pendapatan umum dan pendapatan perkapita yang semakin mengecil," tegas Victor.
Sementara itu Direktur Archipelago Solidarity Foundation Engelina Pattiasina mengatakan Pemerintah perlu lebih mengelaborasi atau menjelaskan kepada publik mengenai arah dan implementasi Poros Maritim yang digagas Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla sejak kampanye pemilihan presiden Juli 2014.
"Dalam kampanye lalu, salah satu misi Jokowi-JK adalah mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional," kata Engelina.
Mantan anggota Fraksi PDIP DPR RI ini menyatakan, meski konsep itu sudah banyak didengungkan, namun publik mendapat elaborasi lebih lanjut mengenai konsep Poros Maritim Dunia.
"Padahal konsep Poros Maritim mengandung dimensi internasional, regional dan domestik serta mencakup multisektor dan kepentingan," katanya.
Engelina mengemukakan, belum adanya kejelasan atas konsep Poros Marittim menimbulkan kekhawatiran, kebijakan maritim Indonesia bakal menjadi pelengkap konsep besar Jalur Sutra Maritim dari Tiongkok.
Situasi ini, kata Englina, melahirkan pertanyaan apa keuntungan Indonesia jika terlibat dalam Jalur Sutra. Semestinya, kalau Indonesia konsisten, akan menjadi pemain utama dalam bidang maritim karena memiliki semua yang dibutuhkan untuk menjadi Poros Maritim.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.