Indonesia Pengimpor Minyak Terbesar di Dunia: Cadangan Migas Justru Jadi 'Beban' APBN
Cadangan minyak yang di perut bumi Indonesia yang seharusnya jadipemasukan negara demi kemakmuran rakyat, saat ini justru menjadi beban negara. Kok?
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Cadangan minyak yang di perut bumi Indonesia yang seharusnya jadi potensi besar pemasukan negara demi kemakmuran rakyat, saat ini justru menjadi beban dan “pelengkap penderita” dari pengeluaran belanja migas pemerintah termasuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Kondisi itu terjadi lantaran besarnya selisih defisit pendapatan negara terhadap ekspor dan impor minyak. Hal itu dijelaskan oleh Ahmad M Ali, anggota DPR RI dari Fraksi NasDem terkait kebijakan pemerintahan Joko Widodo menaikkan harga BBM di saat harga minyak dunia tengah turun.
"Defisit neraca perdagangan bukanlah masalah sepele, sebab hal ini dapat berimplikasi terhadap penurunan pendapatan nasional yang pada gilirannya berimbas pada penurunan penerimaan negara. Di sisi lain, defisit yang terjadi pada ekspor-impor komoditas minyak dan gas (migas) mengindikasikan adanya kebutuhan konsumsi migas yang besar di dalam negeri," ujar Ahmad M Ali, Jumat (21/11/2014).
Ali, sapaannya, menjelaskan pendapatan migas merupakan komponen terpenting dalam penerimaan negara. Karena itu, katanya, ketika terjadi penambahan beban impor yang melebihi kemampuan ekspor migas dalam negeri, maka akan mengganggu fundamental fiskal negara.
"Beban impor yang tinggi untuk kebutuhan konsumsi migas termasuk BBM sangat mempengaruhi keuangan negara. Beban pembeliannya dialokasikan ke Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dari sini muncul definisi mengecilnya fiscal space yang sering dikeluhkan jika beban impor BBM terkoreksi lebih besar lantaran beberapa sebab antara lain, realisasi lifting rendah, harga minyak mentah (crude oil/ICP) naik, pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika,“ papar anggota DPR RI bernomor A-32 ini.
Merujuk pada nomenklatur kebijakan fiskal yang tertuang dalam APBN Indonesia, kata dia, ekspor minyak dan gas didefinisikan sebagai lifting minyak dan gas. Rendahnya lifting migas Indonesia beserta sejumlah keganjilan yang menyertai, ujar Ali, sering disebut oleh pengamat perminyakan sebagai gejala permafiaan migas di dalam negeri.
"Negara pengimpor minyak terbesar di dunia. Negeri ini susah untuk bangkit karena ada segelintir anak negeri yang bersekutu merampok negerinya sendiri," kata Ali tanpa menyebutkan pihak yang ia maksud.
Ali kemudian menunjukkan dua grafis untuk melihat lebih dalam seberapa besar beban impor migas yang berdampak pada ruang fiskal yang tersedia dalam APBN sejak era presiden SBY hingga pemerintahan Jokowi saat ini.
Berikut current defisit neraca perdagangan Ekspor-Impor Minyak dan Gas Indonesia yang tercatat pada qurtal pertama (Januari-Maret) dan quartal kedua (April-Juni) Tahun 2014 (lihat tabel). Data yang tersaji merupakan olahan tim Litbang dari Ahmad M Ali:
Keterangan:
EQ1 : Ekspor Minyak dan Gas Quartal pertama
IQ1 : Impor Minyak dan Gas Quartal pertama
Selisih EQ1-IQ1 : Selisih Ekspor-Impor Minyak dan Gas Quartal pertama
EQ2 : Ekspor Minyak dan Gas Quartal kedua
EQ2 : Ekspor Minyak dan Gas Quartal kedua
Selisih EQ2-IQ2 : Selisih Ekspor-Impor Minyak dan Gas Quartal kedua
Berdasarkan grafik neraca perdagangan pada quartal pertama di tahun 2014 (Januari-Maret), katanya, terjadi defisit ekspor-impor komoditas migas nasional yang mencapai 2,75 miliar dolar Amerika. Kondisi ini berlanjut pada quartal kedua di tahun 2014 (April-Juni) dengan penambahan defisit sebesar 3,19 miliar dolar Amerika. Sehingga total beban defisit perdagangan yang terjadi dalam periode qurtal pertama dan quartal kedua mencapai 5,94 miliar dolar Amerika.
Beban defisit ekspor-impor komoditas migas Indonesia yang mencapai 5,94 miliar dolar menunjukkan terdapat selisih impor minyak dan gas yang mencapai 5,94 miliar dolar Amerika untuk memenuhi kebutuhan migas dalam negeri.
Beban anggaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar fosil dalam negeri tersebut, mayoritas tergantung pada ketersediaan alokasi APBN yang tersedia di tahun anggaran 2014.
Keterangan:
Ekspor Q1-Q4 : Ekspor Minyak dan Gas satu tahun.
Impor Q1-Q4 : Impor Minyak dan Gas satu tahun.
Selisih E-I : Selisih Ekspor-Impor Minyak dan Gas satu tahun.
Perkembangan neraca perdagangan yang menunjukkan terjadinya gejala peningkatan beban impor BBM mulai terjadi sejak tahun 2011 dan terus berlanjut hingga tahun 2013 dengan tren peningkatan yang secara gradual menunjukkan kenaikan.
Namun sebelum tahun 2011, selisih neraca perdagangan komoditas minyak dan gas menunjukkan nilai yang selalu positif (neraca perdagangan 2007-2010).
Meskipun neraca perdagangan tidak defisit selama kurun waktu 2007 hingga 2010, tetapi gejala penurunan rasio ekspor terhadap impor migas sudah mulai terlihat dalam periode 2008-2010 (masing-masing naik 7,79 miliar dolar Amerika, 4,61 miliar dolar Amerika, dan 3,23 miliar dolar Amerika).
Selama kurun waktu 2011 sampai quartal kedua tahun 2014, tren neraca perdagangan komoditas migas nasional telah mengalami defisit. Setidaknya beban defisit impor minyak dan gas sepanjang periode tersebut mencapai 21,54 miliar dolar.
"Dari waktu ke waktu defisit beban impor migas semakin besar. Hal ini harus disikapi serius oleh Pemerintahan Jokowi jika tidak ingin selalu menaikkan harga BBM ketika ruang fiskal dalam APBN terus berkurang," kata Ali.
Sejumlah masalah yang menyandera hulu migas nasional dan hilir migas, kata Ali, harus segera dituntaskan oleh Pemerintah. Sebab terdapat banyak cadangan migas nasional yang masih belum di eksploitasi oleh sejumlah pemegang kontrak produksi migas.
Padahal dalam kesempatan lain, ujar Ali, sejumlah pemegang kontrak migas tersebut mendulang keuntungan yang tidak terhingga jumlahnya sebagai hasil memperjualbelikan cadangan minyak dan gas yang mereka miliki melalui pasar saham.
"Presiden Jokowi harus memastikan serius mengatasi persoalan migas secara komprehensif, tidak dengan merespons setiap gejala tergerusnya ruang fiskal dalam APBN dengan selalu bersikap reaktif dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. Peran BBM bersubsidi sangat besar bagi jutaan rakyat kecil, sebagai jaring pengaman bagi pertumbuhan sektor rill dan UKM ekonomi kerakyatan,” kata Ali.