Mangkir, Kejagung Akan Periksa Ulang Tersangka Korupsi PT Pos Indonesia
Effendy diperiksa atas dugaan korupsi proyek pengadaan portebel data terminal (PDT) senilai Rp50 miliar di PT Pos Indonesia
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Tindak Pidana Korupsi, Kejagung RI pada Rabu (26/11/2014) kemarin berencana memeriksa Effendy Christina (EC) – Direktur PT. Datindo Infonet Prima, tersangka Korupsi PT Pos Indonesia.
Effendy diperiksa atas dugaan korupsi proyek pengadaan portebel data terminal (PDT) senilai Rp 50 miliar di PT Pos Indonesia (PT PI).
Kapuspenkum Tony T Spontana mengatakan lantaran tidak hadir, maka penyidik akan mengagendakan ulang pemeriksaan pada Effendy.
"Tersangka EC telah mengajukan memohon penundaan pemeriksaan ke penyidik. Jadi akan dijadwalkan ulang pemeriksaan terhadap yang bersangkutan," kata Tony, Kamis (27/11/2014).
Sebelumnya dua tersangka kasus ini yaitu M Pegawai PT. PI dan BdS, Supervisor Teknologi Informasi PT. PI juga mangkir diperiksa.
Saat dijadwalkan diperiksa penyidik, keduanya kompak tidak hadir dengan alasan berbeda.
Tersangka M tidak hadir dengan alasan Sakit. Sementara tersangka BdS tidak hadir dengan alasan sedang atau menjalankan tugas Negara.
BdS tidak hadir karena menjalankan program Simpanan Keluarga Sejahtera, yaitu melaksanakan monitoring program pemerintah dalam Penyaluran Bantuan Program Simpanan Keluarga Sejahtera dengan menggunakan Pos Giro.
Hal itu diketahui penyidik, dari adanya surat yang dilayangkan penasehat hukum tersangka (BdS) No: 1177/Ya-Fy/Pos-KJE/PIDSUS/XI/2014, tanggal 20 Nopember 2014. Surat itu berisi penangguhan pemeriksaan terhadap BdS.
Dalam kasus ini penyidik telah menetapkan lima tersangka, selain M dan BdS. Termasuk penyidik juga menetapkan tersangka pada Direktur Utama PT Pos Indonesia itu yakni Budi Setiawan (BS). Lalu tersangka lainnya yaitu Direktur PT. Datindo Infonet Prima (PT DIP) EC, dan Karyawati PT. DIP SH.
Kasus bermula dari proyek pengadaan alat PDT pada Mei hingga Agustus 2013. Proyek yang bentuk alatnya mirip telepon genggam ini rencannya akan dipakai pengantar pos untuk mengirim data ke server pusat.
Lalu, PT PI menjalin kontrak dengan PT DIP. PT PI membeli PDT dari PT DIP dengan nilai total Rp 10,5 miliar. Uang itu berasal dari Kementerian BUMN, namun belakangan diketahui, alat yang sudah terlanjur dibeli sebanyak 1.725 unit itu hanya 50 unit yang berfungsi.
Kemudian baterai berdaya tahan hingga 8 jam, ternyata hanya mampu menyala selama 3 jam. Selain itu alat bermerek Intermec tersebut tidak memiliki fitur alat pelacak lokasi atau Global Positioning System (GPS), sehingga proyek ini dinilai tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak.