Kasus Balita Meninggal, Ini Saran untuk Pemerintah Jokowi
Ada yang lebih urgent daripada memunculkan bentuk kartu perlindungan sosial baru. Yaitu menambah unit layanan.
Editor: Yudie Thirzano
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kisah miris balita Abbiyasa Rizal Ahnaf (2) yang meninggal usai sang orangtua susah payah mencari layanan BPJS/KJS, mengundang keprihatinan. Pemerintahan Jokowi-JK diharapkan segera mencari solusi untuk memenuhi sisi supply (pasokan) layanan kesehatan terkait program BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).
"Menurut saya, kasus itu terjadi karena ketersediaan layanan kesehatan tidak mampu untuk menampung lonjakan konsumen. Program jaminan sosial, seperti BPJS, KJS, KIS, memberikan akses yang lebih luas bagi masyarakat untuk mendapat layanan kesehatan," ujar Erlangga Agustino, pemerhati kebijakan publik yang tengah menempuh studi PHD di Bristol University, Inggris kepada Tribunnews.com, Sabtu (29/11/2014). (Baca juga: Ditolak Banyak RS di Jakarta, Balita Pasien Peserta KJS Meninggal Dunia)
Menurut Erlangga, dengan adanya jaminan sosial seperti itu, kini masyarakat berbondong-bondong datang ke rumah sakit setiap membutuhkan layanan kesehatan. Masyarakat berpenghasilan rendah tak lagi takut berobat. Namun Erlangga tak sependapat bila anggaran menjadi kambing hitam.
Setelah pemerintah memutuskan pengurangan subsidi harga BBM, maka ruang fiskal lebih longgar. "Menurut saya, dalam jangka pendek, bagaimana pemerintah bisa fokus dalam memperkuat penyediaan sarana dan prasarana kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas dan lab. Sambil melakukan perbaikan pelan-pelan dari sistem kartu yang ada," urainya.
Pemerintah Jokowi-JK, menurut Erlangga harus lebih fokus menjalankan prioritas pembangunan terkait jaminan sosial nasional. "Ada yang lebih urgent daripada memunculkan bentuk kartu perlindungan sosial baru. Yaitu menambah unit layanan. Hal ini jarang sekali disuarakan oleh presiden Jokowi. Yang lebih banyak bercerita tentang kartu indonesia sehat," bebernya.
"Punya atau tidak punya (anggaran) itu relatif. Bayangkan, di Jakarta bisa terjadi seperti itu, maka di daerah lain bisa lebih parah," katanya.