Pakar: Hanya Jokowi yang Bisa Makzulkan Dirinya Sendiri, Bukan Ical
Menurut Andi, yang paling menentukan dalam pemakzulan Jokowi sebagai Presiden adalah Jokowi sendiri.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Pakar Hukum Tata Negara, Andi Irman Putra Sidin, menjelaskan, pernyataan Ketua Presidium Penyelamat Partai Golkar, Agung Laksono, yang mengatakan Aburizal Bakrie sangat mungkin memakzulkan Joko Widodo dari kursi presiden, jika Ical terpilih kembali menjadi Ketua Umum Golkar, dinilainya tidak tepat.
Menurut Andi pernyataan itu terlalu mengada-ada dan cukup berlebihan. "Itu terlalu mengada-ada. Tidak sampai ke sana," katanya, Senin (1/12/2014).
Andi mengatakan pemakzulan seorang presiden pada dasarnya tidak ditentukan oleh lembaga negara manapun baik DPR, MPR atau MK atau lembaga negara lainnya. Lembaga-lembaga itu katanya hanya mengusulkan dan membahasnya sesuai aturan perundangan.
Menurut Andi, yang paling menentukan dalam pemakzulan Jokowi sebagai Presiden adalah Jokowi sendiri.
"Ketika Jokowi melibatkan diri dalam pidana, baik itu korupsi, asusila, atau apapun yang berkaitan dengan ketentuan sehingga dirinya dianggap tidak layak sebagai Presiden dan pantas dimakzulkan, maka saat itulah Jokowi sudah menunjukkan dirinya tidak layak menjadi presiden dan bisa dimakzulkan. Jadi bukan Ical, bukan DPR, bukan MK, yang menentukan dalam pemakzulan Jokowi. Tetapi Jokowi sendiri," ujar Andi.
Ia menjelaskan jika Jokowi tidak terlibat dalam hal pidana atau asusila atau apapun yang membuat dirinya secara umum bisa dianggap tidak layak sebagai seorang pemimpin atau presiden, maka siapapun tidak bisa memakzulkannya.
Karenanya kata Andi sikap Ical yang ingin membawa Golkar dalam posisi sebagai penyeimbang pemerintah, sebenarnya menjadi oksigen bagi konstitusi Indonesia.
"Nantinya kehidupan konstitusi akan semakin kuat karena selain menjalankannya, konstitusi juga diawasi dan dievaluasi oleh partai penyeimbang. Ini jelas menjadi oksigen bagi kehidupan konstitusi Indonesia, dan bukan untuk pemakzulan," katanya.
Menurut Andi, posisi penyeimbang berarti, menyikapi pemerintahan dengan obyektif dan apa adanya.
Jika pemerintah dalam menjalankan programnya tidak sesuai dengan konstitusi, katanya harus ditegur dan dievaluasi. "Namun jika sudah tepat, maka harusnya diteruskan dan semakin didorong," ujarnya.(bum)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.