Kemelut PPP, Ini Alasan Andi Muhammad Ghalib Ditunjuk Jadi Mediator Dua Kubu
Ini alasan Andi Muhammad Ghalib ditunjuk jadi mediator dua kubu yang kisruh di tubuh PPP.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Berbagai upaya komunikasi yang telah dibangun untuk menyatukan kembali elite Partai Persatuan Pembangunan mulai berhasil. Walau tampak masih ada ketegangan di antara kubu kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya dan Jakarta, titik temu islah mulai terbuka.
”Kami menunjuk Andi Muhammad Ghalib selaku tokoh senior PPP yang juga mantan Jaksa Agung untuk menjadi juru runding mempertemukan DPP PPP hasil Muktamar Surabaya dan Jakarta,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP Muktamar Jakarta Djan Faridz di Jakarta, Minggu (14/12).
Upaya perundingan ini dirintis untuk mempertemukan kubu Djan Faridz dan Ketua Umum PPP Muktamar Surabaya M Romahurmuziy (Romy). Keduanya saling klaim sebagai ketua umum yang sah.
Keretakan berawal ketika ketua umum periode lalu, Suryadharma Ali, bersikeras membawa PPP ke dalam Koalisi Merah Putih. Namun, Romy yang ketika itu menjabat sekretaris jenderal bersikukuh membawa PPP mendukung pemerintahan baru bersama Koalisi Indonesia Hebat.
Dampaknya, kedua kubu sama-sama menggelar muktamar yang menghasilkan kepengurusan ganda dan berujung pada gugatan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta. Bahkan, mereka memperebutkan kantor DPP PPP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, dilanjutkan dengan saling lapor ke Markas Besar Polri.
Djan mengatakan, komunikasi politik terus berjalan untuk menyatukan persepsi kedua pihak. Semua dilakukan demi kemaslahatan umat di akar rumput.
Secara terpisah, Romy menanyakan ikhwal wacana perundingan menuju islah. ”Saya baru dengar. Prinsipnya, segala langkah menuju islah tetap kami terima. Pak Andi adalah ketua mahkamah partai dalam SK Menkumham pada 28 Oktober 2014. Artinya, penunjukan (Ghalib) itu, jika benar, adalah langkah maju,” ujarnya.
Romy menjelaskan, dia sejak awal sudah mengajak islah. Bahkan, dia mengirim utusan untuk bertemu Djan Faridz.
”Pedomannya sederhana. Mereka yang sedikit (elite pendukung) bergabung ke kami yang lebih banyak. Itu sama dengan yang tidak sah bergabung dengan yang sah. Kami terbuka untuk berdiskusi,” kata Romy. (OSA)