Kuasa Hukum: Dugaan Tindak Pidana Pers, Gunakan UU Pers
Dalam hal ini, pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh Karikatur ISIS dapat menggunakan Hak Jawab dan Hak Koreksi.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permasalahan pemuatan Karikatur ISIS di media The Jakarta Post merupakan ranah dari Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Sehingga kalau terdapat pelanggaran, maka sanksi yang diterapkan sebagaimana di peraturan tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Kuasa Hukum The Jakarta Post, Todung Mulya Lubis dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (15/12/2014).
"Dalam hal ini, pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh Karikatur ISIS dapat menggunakan Hak Jawab dan Hak Koreksi. Sesuai UU Pers, The Jakarta Post telah melakukan koreksi terhadap pemuatan Karikatur ISIS itu dengan mengeluarkan permohonan maaf, klarifikasi, dan pencabutan Karikatur ISIS pada 7 dan 8 Juli 2014," kata Todung.
Dalam menyelesaikan kasus dugaan tindak pidana di bidang pers, antara Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah menandatangani Nota Kesepahaman tentang Koordinasi Dalam Penegakan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers.
"Apabila ada dugaan tindak pidana di bidang pers, maka proses penyelidikannya akan dilakukan dengan berpedoman pada UU Pers. Pihak kepolisian harus melihat kasus ini sebagai pelanggaran etik, bukan pidana. Kepolisian harus berkoordinasi dengan Dewan Pers," ujar Todung.
Penetapan MS sebagai tersangka pada Kamis (11/12) dikarenakan orang tersebut dianggap paling bertanggung jawab atas tampilnya karikatur yang diduga menistakan agama yang dipublikasikan pada 3 Juli 2014 di halaman 7 Jakarta Post.
MS dilaporkan ke polisi berdasarkan Laporan Polisi Nomor : 687/VII/2014 tertanggal 15 Juli 2014. Pelapornya adalah Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Korps Mubaligh Jakarta (KMJ) Edy Mulyadi.
Penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menunda pemeriksaan terhadap Pemimpin Redaksi The Jakarta Post, Meidyatama Suryodiningrat alias MS. Semula pemeriksaan MS sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama dijadwalkan pada Senin (15/12).
Namun, karena alasan kesibukan MS, maka pihak kuasa hukum meminta menunda dilakukan pemeriksaan. Akhirnya, disepakati pemeriksaan dilakukan pada 7 Januari 2015.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.