Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

3 Alasan Pengganti Hamdan di MK Jangan Politikus

"Masuknya orang-orang berlatar belakang parpol ke MK bisa mengganggu independensi dan imparsialitasnya sebagai lembaga penegak konstitusi."

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Y Gustaman
zoom-in 3 Alasan Pengganti Hamdan di MK Jangan Politikus
Tribunnews/Herudin
Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Hamdan Zoelva memimpin jalannya sidang uji materi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (29/9/2014). MK menolak gugatan UU MD3 terkait penentuan jabatan pimpinan di parlemen yang akan dipilih langsung oleh anggota DPR dan tidak lagi diberikan kepada partai politik sesuai perolehan kursi. Dua hakim konstitusi, yakni Arief Hidayat dan Maria Farida Indrati menyatakan dissenting opinion (berbeda pendapat) atas putusan tersebut. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masa jabatan Hamdan Zoelva sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi segera berakhir. Diusulkan pengganti Hamdan nantinya tidak berasal dari kalangan politikus. Hamdan sendiri pernah menjadi politikus Partai Bulan Bintang.

Peneliti pada Divisi Kajian Hukum Tatanegara SIGMA, Imam Nasef, mengatakan ada tiga alasan agar calon pengganti Hamdan bukan dari kalangan politikus. Pertama, salah satu prinsip negara hukum adalah kekuasaan kehakiman yang merdeka.

Berdasar alasan pertama, MK sebagai salah satu lembaga pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia harus menjunjung tinggi independensi dan imparsialitas. Sehingga orang-orang yang menjadi hakimnya harus terlepas dari orang politik.

"Masuknya orang-orang berlatar belakang parpol ke MK bisa mengganggu independensi dan imparsialitasnya sebagai lembaga penegak konstitusi. Kalau terjadi akan mendistorsi prinsip negara hukum yang diadopsi konstitusi kita," ujarnya kepada Tribun, Selasa (16/12/2014).

Kedua, agar MK terhindar dari konflik kepentingan. Sebab, beberapa kewenangan MK bersinggungan dengan kepentingan partai politik, khususnya kewenangan memutus perselisihan hasil Pemilu (PHPU), pembubaran parpol dan impeachment.

"Kalau Hakim MK berasal dari kalangan politikus tentu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dalam memutus perkara-perkara tersebut," terang Imam.

Berita Rekomendasi

Ketiga, MK masih dihinggapi pengalaman buruk dengan tertangkapnya Akil Mochtar oleh KPK. Memang tak dapat dipikul rata, hakim MK berlatar belakang politikus akan bermasalah, namun mengantisipasi hal tersebut tentunya jauh lebih baik.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas