Kisah Eva Bande, Peroleh Grasi dari Jokowi di Hari Ibu
Grasi tersebut terhitung cepat, karena baru diajukan sekitar 5 Desember lalu, dan diputuskan pada 15 Desember.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eva Susanti atau yang akrab dipanggil Eva Bande dibebaskan karena grasi dari Presiden Joko Widodo atau yang akrab dipanggil Jokowi pada 19 Desember lalu.
Grasi tersebut terhitung cepat, karena baru diajukan sekitar 5 Desember lalu, dan diputuskan pada 15 Desember.
"Saya mengajukan grasi lalu dikabulkan presiden bukan karena saya mengaku bersalah. Di salah satu poin grasi ditulis karena kelalaian proses hukum," kata Eva kepada wartawan dalam konferensi pers di kantor Walhi, Jakarta Selatan, Minggu (21/12/2014).
Bahkan melalui sejumlah media ia mengetahui pejabat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mengumumkan grasinya itu, sempat menyinggung bahwa dirinya dipenjara karena kriminalisasi. Oleh karena itu ia percaya pemerintah telah melihat yang sebenarnya, yakni ia tidak bersalah.
Eva mengatakan setelah Mahkamah Agung (MA) memutuskan ia bersalah pada 2013 lalu, ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Sebelum PK-nya diputuskan, grasi yang ia ajukan sudah diputuskan oleh Presiden Jokowi.
Ia mengakui sejumlah rekan-rekannya sudah melobi Presiden jauh sebelum pengumuman Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 diumumkan, dan Jokowi pun menanggapinya positif. Oleh karena itu ia diminta segera mengajukan grasi, walau pun pengajuan PK-nya belum dijawab oleh MA.
Pertama kali ia menerima informasi grasi itu adalah dari omongan petugas Kemenkumham yang menyambangi Lapas Luwuk pada 15 Desember lalu. Diberitahu bahwa Presiden Jokowi telah mengabulkan permohonan grasinya itu, dan Eva akan dibebaskan pada 19 Desember.
"Saya langsung bilang, selamat tinggal tirani, dan saya akan kembali memperjuangkan hak petani Luwuk," terangnya.
Informasi yang dihimpun Tribunnews.com, Presiden Jokowi rencananya akan menyerahkan Keppres Grasi kepada Eva secara simbolis dalam puncak peringatan Hari Ibu di GOR Ciracas, Jakarta Timur, siang ini.
Eva dipidanakan pada 2010 lalu saat ia memperjuangkan tanah petani yang dirampas perusahaan pemilik kebun kelapa Sawit. Ia memimpin aksi bersama puluhan petani yang tanahnya dirampas, dan aksi itu pun berakhir ricuh. Ia bersama sekitar 23 demonstran lainnya sempat ditahan selama beberapa bulan, dan dilepaskan karena masa tahanannya habis, namun kasusnya belum tuntas.
Pada 2010 Pengadilan Negeri menghukumnya dengan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan. Di Pengadilan Tinggi hukumannya naik menjadi 4 tahun.
Di MA pada 2013 hukumannya dikembalikan menjadi 3 tahun 6 bulan, dan pada Maret lalu Eva pun kembali dipenjara.
Dalam kesempatan itu Eva juga menyebut dua rekannya yang sama-sama dikriminalisasi, hingga kini statusnya belum jelas. Pasalnya sejak MA memutuskan, hingga kini keduanya belum kunjung ditangkap aparat.