Hakim Konstitusi Palguna: Saya Bukan Kader PDI Perjuangan
"Saya PNS, jadi tak bisa masuk jadi kader partai politik. Saya dosen dan PNS jadi tidak boleh menjadi kader partai. Saya tak punya ID PDI Perjuangan"
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi, I Dewa Gede Palguna, merasa perlu menjelaskan hubungannya dengan PDI Perjuangan. Selama ini banyak penjelasan yang dinilainya salah, karena selalu dikaitkan sebagai PDI Perjuangan.
Palguna yang baru dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu, Jakarta, (7/1/2015) menggantikan Hamdan Zoelva. Ia paham selalu dilekatkan dengan partai moncong putih bermula pada 1999, saat dirinya sebagai anggota MPR RI dari utusan daerah atas usulan dari DPRD Propinsi Bali.
Tiba-tiba fraksi utusan daerah saat itu dibubarkan. Berdasarkan tata tertib MPR yang berlaku, tidak boleh ada anggota MPR yang tidak berfraksi. Pilihannya ada dua, pulang ke daerah atau bergabung dengan salah satu fraksi di MPR.
"Itu kami sampaikan pada DPRD Provinsi yang memilih kami waktu itu," papar Palguna sembari menegaskan bahwa dirinya saat itu berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Palguna tercatat sebagai akademisi di Universitas Udayana, Bali.
Akhirnya DPRD menggelar sidang pleno dan memutuskan agar dirinya diminta bergabung dengan fraksi PDI Perjuangan karena waktu itu menang di Bali hampir 80 persen. "Sehingga utusan daerah dari Bali dinggap mewakili itu. Inilah ceritanya mengapa saya saat itu ada di F PDI Perjuangan," paparnya.
"Jadi saya masuk Fraksi PDI Perjuangan di MPR selama pembahasan UUD 1945. Saya PNS, jadi tidak bisa masuk jadi kader partai politik. Saya dosen dan PNS jadi tidak boleh menjadi kader partai. Saya tidak punya ID PDI Perjuangan. Kalau saya punya pasti berhenti jadi PNS," tegasnya.