Maskapai Penerbangan Indonesia Jarang Lakukan Protokol Kedaruratan
Sukardi menambahkan dalam protokol ERP tersebut harus ada crisis centre yang menjadi penanggung jawab untuk pengambilan keputusan.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat penerbangan, Samudra Sukardi mengatakan, banyak airlines atau maskapai penerbangan di Indonesia yang tidak memiliki Emergency Response Protocol (ERP).
Dalam protokol tersebut, kata dia, dalam setahun harus ada minimal dua kali latihan kepada seluruh kru mengenai protokol ERP tersebut. Berbekal latihan ERP tersebut, lanjut Sukardi, maskapai akan terlatih menghadapi jika ada kecelakaan pesawat, jatuh atau keluar landasan (run way).
"(Maskapai) AirAsia terus terang saja kayak ngumpat. Nggak ada di depan (memberikan penjelasan). Mestinya dia jelaskan, 'pesawat itu saya maintenence dengan baik'. Harusnya dia bilang biar masyarakat biar tahu bukan itu penyebabnya," ujar Sukardi saat diskusi bertajuk 'Wajah Penerbangan Kita' di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (10/1/2015).
Sukardi menambahkan dalam protokol ERP tersebut harus ada crisis centre yang menjadi penanggung jawab untuk pengambilan keputusan.
"Ketua crisis centre harus segera diputuskan kalau ada masalah. Kedua harus ada informasi jelas baik ke media dan keluarga korban," ujar Sukardi.
Sukardi menambahkan maskapai penerbangan di Indonesia yang memiliki dan melaksanakan ERP adalah Garuda Indonesia.
Sekedar informasi, pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura jatuh di Selat Karimata. Sejauh ini, pihak AirAsia belum memberikan penjelasan mengenai penyebab jatuhnya pesawat berpenumpang 155 orang itu.