IPW: Kriminalisasi Budi Gunawan, KPK Dimanfaatkan Pihak Tertentu
Seharusnya sebelum menetapkan tersangka, KPK harus memeriksa saksi-saksi terlebih dahulu. Kasusnya pun harus jelas
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penetapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai bentuk kriminalisasi. Indonesian Police Watch (IPW) menduga KPK melanggar prosedur hukum.
"KPK tak bisa berlaku serampangan seperti ini. Aneh. Seharusnya sebelum menetapkan tersangka, KPK harus memeriksa saksi-saksi terlebih dahulu. Kasusnya pun harus jelas," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane kepada wartawan di Jakarta, Selasa (13/1/2015).
Penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK itu dilakukan berbarengan waktunya dengan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri (Kapolri) yang prosesnya tengah berlangsung di DPR.
KPK melakukan penyelidikan sejak Juli 2014. Budi disangka melanggar Pasal 12a atau b, Pasal 5 Ayat (2), Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Menurut Neta, KPK telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu di balik pencalonan Kapolri tersebut.
"KPK sudah seperti dewa saja. KPK sudah dimanfaatkan oknum-oknum anggotanya untuk kepentingan mereka. Saya setuju pemberantasan korupsi tetapi jika caranya seperti ini merugikan banyak pihak. Ini bentuk kriminalisasi kepolisian," kata Neta.
Sementara itu Komisi III DPR memutuskan tetap melanjutkan proses uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap Budi Gunawan. Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Desmon J Mahesa mengatakan dari 10 fraksi di DPR sebanyak 9 fraksi menyepakati untuk tetap melanjutkan fit and proper test.
Fraksi PPP meminta agar komisi III mengundang KPK lebih dulu untuk mengonfirmasi kejelasan. Lalu hanya Demokrat yang menolak agar fit and proper test dilanjutkan
“Kita sudah ada agenda (kunjungan ke rumah Budi dan fit and proper test), tapi tidak akan terganggu karena urusan ini,” ujar Desmon kepada wartawan di DPR, Jakarta, Selasa (13/1).
Ia menambahkan mengapa DPR tetap melakukan kunjungan karena telah sesuai dengan pleno komisi III. Sehingga Komisi III tetap akan melaksanakannya sesuai dengan prosedur. Soal apakah Budi akan dipilih atau tidak hal tersebut akan menjadi persoalan selanjutnya yang dihadapi Komisi III. Lebih lanjut, untuk memastikan persoalan ini Komisi III akan mengundang KPK untuk meminta penjelasan.
Menurutnya, Komisi III perlu melihat dan mengamati penetapan ini apakah salah satu penetapan ini politis atau tidak. Ia mencontohkan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo yang telah ditetapkan menjadi tersangka pada saat ia berulang tahun. Tapi hingga kini belum ada tindak lanjut kejelasan kasus tersebut. Berkaca dari kasus Hadi Purnomo, Desmon mengatakan fit and proper test tetap harus dilanjutkan.
“Bisa tidak saya katakan penetapan Hadi Purnomo bluffing karena tidak ada tindak lanjut?” katanya.
Desmon berpendapat dalam menetapkan tersangka, KPK harusnya jelas dan tuntas. Sehingga mereka yang ditetapkan ada tindak lanjutnya. Untuk itu, Komisi III tetap menjalankan prosedur dan agenda.