Skandal BLBI, KPK Terus Telusuri Keterlibatan Sjamsul Nursalim
Dugaan skandal SKL dan pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) masih ditelusuri KPK.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dugaan skandal SKL dan pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) masih ditelusuri KPK. Dugaan keterlibatan sejumlah pihak pun terus ditelisik, termasuk 'sepak terjang' konglongmerat Sjamsul Nursalim.
Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto memastikan bahwa pihaknya masih terus menyelidiki indikasi dugaan korupsi yang disebut-sebut melibatkan konglomerat papan atas dari Bank Dagang Nasional Indonesia/BDNI itu, meski saat ini komisioner lembaganya tengah menjadi 'bidikan' kriminalisasi sejumlah pihak.
"Sampai sekarang penyelidikan masih berjalan," kata Bambang Widjojanto di Jakarta, Rabu (28/1/2015).
Meski begitu Bambang masih enggan membeberkan siapa-siapa saja yang dibidik pihaknya menjadi pesakitan kasus tersebut. Sebab, kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
Yang jelas, kata Bambang, pihaknya akan sekuat tenaga menuntaskan sejumlah kasus besar. Termasuk mengungkap dugaan skandal pemberian SKL BLBI tersebut.
Bambang menekankan bahwa pihaknya akan terus mengerjakan penyelidikan ini seoptimal mungkin.
"Kami selesaikan semua proses itu, baru dalam ekspose diputuskan. Ya sekarang masih jalan. Saya belum bisa membuat kesimpulan karena belum ada ekspose, penyidiknya belum memberi laporan," kata Bambang.
SKL sendiri merupakan produk yang dikeluarkan BPPN berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Saat itu, Presiden yang menjabat adalah Megawati Soekarnoputri yang adalah Ketua Umum PDI Perjuangan.
Berdasarkan inpres tersebut, debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Atas dasar bukti itu, mereka yang diperiksa dalam penyidikan Kejaksaan Agung akan mendapatkan surat perintah penghentian perkara (SP3).
Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL dan sekaligus release and discharge dari pemerintah. Padahal, Inpres No 8/2002 yang menjadi dasar kejaksaan mengeluarkan SP3 itu bertentangan dengan sejumlah aturan hukum, seperti UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Para Penerima SKL BLBI berdasarkan Penandatangan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) diantaranya adalah Anthony Salim dari Salim Grup (Bank Central Asia / BCA). Nilainya mencapai Rp 52,727 triliun. Surat Keterangan Lunas (SKL) terbit Maret 2004.
Ada juga Sjamsul Nursalim dari Bank Dagang Nasional Indonesia/BDNI. Nilainya Rp 27,4 triliun. Surat lunas terbit pada April 2004. Aset yang diserahkan di antaranya PT Dipasena (laku Rp 2,3 triliun), GT Petrochem dan GT Tire (laku Rp 1,83 triliun). Kejaksaan Agung menghadiahinya surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Ada juga Mohammad 'Bob' Hasan dari Bank Umum Nasional. Nilainya Rp 5,34 triliun. Bos Grup Nusamba ini menyerahkan 31 aset dalam perusahaan, terrmasuk 14,5% saham di PT Tugu Pratama Indonesia. Ada juga Sudwikatmono dari Bank Surya. Nilainya Rp 1,9 triliun, SKL terbit akhir 2003. Ibrahim Risjad (Bank Risjad Salim Internasional) Rp 664 miliar, SKL terbit akhir 2003.
Sebelumnya KPK menyatakan masih membutuhkan keterangan sejumlah pihak terkait penyelidikan dugaan korupsi ini. Sebab, KPK menemukan sejumlah masalah dalam penerbitan SKL. Satu diantara soal ketidaksesuaian antara jaminan yang diberikan obligor kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Namun, BPPN tetap memberikan SKL kepada obligor.