PBHI Sesalkan Berulangnya Perilaku Berlebihan dalam Interogasi BW
PBHI menyessalkan perilaku penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri yang berlebihan.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menyessalkan perilaku penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri yang berlebihan.
Terkait, dalam memeriksa atau menyidik Bambang Widjojanto (BW) sebagai tersangka mengarahkan keterangan palsu atas seorang saksi, pada 3 Februari 2015.
Perilaku ini berulang, karena sebelumnya, pada 23 Januari, tindakan berlebihan juga dilakukan petugas Bareskrim ketika menangkap. Dugaan perilaku berlebihan ini dapat mengarah pada pelanggaran hak-hak tersangka.
"Perilaku petugas Bareskrim yang tidak patut dapat diindikasikan atas beberapa penggalan kejadian sebagai berikut. Pertama, rentang waktu penyidikan kedua ini justru berlangsung dalam tempo 11 jam dengan cecaran lebih seratus pertanyaan, padahal sangkaan tindak pidana yang dituduhkan terhadap BW hanyalah mengarahkan keterangan palsu," ujar Suryadi Radjab, Sekretaris PBHI, Kamis (5/2/2015).
"Mengapa begitu lama interogasi, begitu banyak daftar pertanyaan yang diajukan? Apa relevansi ratusan pertanyaan yang dicecar para petugas Bareskrim dengan tuduhan yang ditimpakan kepada BW? Apakah modus operandinya membuat BW letih dan kehilangan fokus untuk menjawab? Bila demikian motif atau tujuannya, Bareskrim sedang mengarah pada praktik penyiksaan (torture) – pelanggaran hak-hak manusia yang berat," papar Suryadi.
Kedua, lanjutnya, dengan menggunakan tenaga Provost, Bareskrim melakukan tindakan mengusir para penasehat hukum yang mendampingi BW ketika menghadapi interogasi para petugas Bareskrim adalah tidak patut.
Ada penasehat hukum BW yang mengaku diintimidasi. Bareskrim juga hanya mengizinkan dua dari 20 penasehat hukum yang mendampingi BW dalam interograsi. Namun, dari 20 penasehat, mereka dapat bergantingan mendampingi BW.
Ketiga, kata Suryadi lagi, para petugas penyidik Bareskrim tidak tegas – menghadapi keragu-raguan atau galau – dalam menetapkan pasal pidana yang disangkakan terhadap BW.
Penasehat hukum BW mengungkapkan, semula pasal yang disangkaan adalah Pasal 242 KUHP juncto Pasal 55 KUHP pada 23 Januari, menjadi Pasal 242 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. Sehingga terkesan bahwa Bareskrim mengubah seenaknya, dan yang semula adalah salah. Maka, penangkapan BW sebelumnya dapat dinilai tidak sah atau ilegal.
"Keempat, memprotes sikap penyidik Bareskrim Polri yang tidak memberikan turunan atau BAP. Sikap tidak memberikan berkas atau salinan BAP kepada BW atau penasehat hukumnya berlawanan dengan Pasal 72 KUHAP. Bareskrim juga dapat dituduh berperilaku tidak transparan yang juga berlawanan dengan penegasan Presiden Joko Widodo," Suryadi menjelaskan.
PBHI menyatakan mendukung sikap BW yang tidak bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dipandang tidak relevan atau mengada-ada dibandingkan dengan tuduhan Bareskrim. PBHI juga mengapresiasi sikap BW yang tidak mangkir – menunjukkan keberanian – untuk memenuhi interogasi Bareskrim.
"Perilaku yang berlebihan, mengubah pasal yang terkesan mengada-ada, daftar interogasi yang tidak relevan, serta sikap tidak transparan para petugas Bareskrim sangat disesalkan.Kerja yang buruk ini menjadi catatan bagi Presiden Jokowi yang menegaskan jangan ada kriminalisasi dan penegak hukum harus bekerja secara transparan. PBHI juga meminta supaya Bareskrim mematuhi KUHAP dan hak-hak BW sebagai tersangka," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.