Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rencana Jokowi Stop Pengiriman PRT Migran Dikritik

"Seharusnya Pemerintah hanya mengirimkan buruh migran ke negara yang sudah mempunyai perjanjian bilateral,"

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Y Gustaman
zoom-in Rencana Jokowi Stop Pengiriman PRT Migran Dikritik
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Puluhan aktivis dari Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran berunjukrasa di depan gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2014). Mereka berunjukrasa membawa replika toilet raksasa dan sapu raksasa sebagai kado untuk pelantikan anggota DPR baru serta mendesak segera mengesahkan RUU PRT. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam pembukaan Kongres Partai Hanura di Solo, Jum’at (13/02/2015), Presiden Joko Widodo menyatakan akan menghentikan penempatan pekerja rumah tangga (PRT) ke luar negeri.

Jokowi meminta Menteri Ketenagakerjaan membuat road map untuk penghentian pengirim PRT ke luar negeri. Ia menilai PRT selama ini menjadi sumber masalah dan merendahkan harga diri serta martabat bangsa.

LSM bidang perempuan dan ketenagakerjaan yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Indonesia mengkritik rencana presiden tersebut dengan dalih PRT selama ini menjadi sumber masalah dan merendahkan martabat bangsa.

"Pemerintah mempunyai kontribusi dan harus bertanggung jawab terhadap permasalahan yang terjadi. seharusnya Pemerintah hanya mengirimkan buruh migran ke negara yang sudah mempunyai perjanjian bilateral," ujar Koordinator Cedaw Working Group Indonesia (CWGI), Estu Fanani di Jakarta, Minggu (15/2/2015).

Menurutnya, jika moratorium pengiriman PRT baiknya dilakukan di negara-negara yang belum memiliki perjanjian bilateral dan harus diikuti dengan pemberian perlindungan yang jelas bagi buruh migran yang sudah bekerja di sana.

Ia menambahkan perlu perubahan paradigma dalam melihat buruh migran khususnya PRT sebagai pekerjaan yang merendahkan. Pekerjaan Rumah tangga adalah pekerjaan dan PRT adalah pekerja.

Berita Rekomendasi

Jika masih mempunyai paradigma yang merendahkan, nilai Estu, berarti merendahkan perempuan yang selama ini dibebani pekerjaan rumah tangga. "Suatu yang menyakitkan bagi perempuan," kritiknya.

Maka, Indonesia perlu memiliki peraturan di dalam negeri yang menjadi standar perlindungan dan pengaturan tentang PRT. Standar ini terakomidir Dalam Keputusan ILO 189 tentang kerja layak, sehingga perlu diratifikasi.

"Kondisi ini bisa jadi acuan bargaining dan pengaturan perlindungan ketika melakukan pergantian bilateral dengan suatu negara untuk Pengiriman dan penempatan buruh migran," ungkapnya.

Pemerintah juga harus membuat mekanisne perlindungan, pengiriman, penempatan, pengaduan dengan jelas dan singkat atau pendek birokrasi dan ada pengawasan yang melekat bagi pihak swasta yang terlibat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas