Catatan Kritis Mantan Hakim Agung Sikapi Pertimbangan Putusan Hakim Sarpin
Mantan hakim agung Djoko Sarwoko memberi catatan kritis atas sejumlah poin putusan hakim Sarpin Rizaldi dalam sidang praperadian Komjen Budi.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan hakim agung Djoko Sarwoko memberi catatan kritis atas sejumlah poin putusan hakim Sarpin Rizaldi dalam sidang praperadian yang dimohonnkan Komjen Budi Gunawan. Djoko memandang ada sejumlah kekeliruan dalam pertimbangan hakim Sarpin.
Poin pertama, ungkap Djoko, soal Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) KPK terhadap penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan yang dipandang hakim Sarpin menjadi kewenangan praperadilan.
"Saya katakan (sprindik, red) itu tidak masuk lingkup praperadilan. Itu harus diputuskan dalam pokok perkara," ungkap Djoko menanggapi putusan praperadilan Komjen Budi, Senin (16/2/2015).
Berikutnya, Djoko mengkritik pertimbangan hakim Sarpin yang menilai Budi bukan penegak hukum saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir (Karo Binkar) Deputi SDM Mabes Polri. Sementara KPK menyangka Komjen Budi dalam kasus korupsi saat menjabat Karobinkar.
"Pertanyaanya, kalau BG bukan penegak hukum lantas polisi itu sebagai apa? Ingat menurut Undang-Undang Kepolisian Negara, polisi itu adalah penegak hukum," terang Djoko yang tak habis pikir dengan pertimbangan Sarpin di atas.
Kemudian, soal kewenangan KPK yang hanya boleh menyidik dugaan korupsi di atas Rp 1 miliar. Bukan menyidik dugaan gratifikasi, yang tidak terdapat kerugian negara di dalamnya.
"Dia (hakim Sarpin, red) lupa dalam KUHP juga ada 10 atau 20 pasal yang kaitannya gratifikasi, janji-janji dan sebagainya. Itu masuk menjadi suap dan gratifikasi. Memang tak merugikan keuangan negara, tapi dalam rangka menegakkan Undang-Undang 28/2009 yaitu membentuk negara yang bebas dari KKN," paparnya.
Catatan kritis terakhir, Djoko memandang soal wewenang hakim untuk memutus sah atau tidaknya penetapan tersangka dalam sidang praperadilan. Menurutnya hal tersebut tidak bisa diberlakukan.
"Mana bisa seperti itu, hakim memutuskan berdasarkan pemeriksaan dan fakta hukum. Nah, mengenai penetapan yang akan datang belum tahu. Kenapa kok bisa menetapkan seperti itu. Ini pelanggaran besar," imbuhnya.