Komnas HAM Akan Jelaskan Rekomendasi Kepada Penyidik Bareskrim
Penjelasan tersebut menyoal penangkapan Wakil Ketua nonaktif KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri adalah menyalahi aturan.
Penulis: Randa Rinaldi
Editor: Y Gustaman
Laporan wartawan Tribunnews.com, Randa Rinaldi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM akan mengirimkan penjelasan kepada penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri. Penjelasan tersebut menyoal kesimpulan mereka bahwa penangkapan Wakil Ketua nonaktif KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri menyalahi aturan.
Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengatakan hasil rekomendasi sesuai prosedur yang berlaku. Prosedur tersebut sesuai mandat dan fungsi Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang 39 tahun 1999.
"Kami akan memberikan penjelasan tertulis kepada pihak yang mengirim somasi. Tapi pada dasarnya kami bekerja sesuai apa yang sudah ditetapkan peraturan," ujar Sandra di kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Minggu (8/3/2015).
Baca juga: Berikut Isi Somasi Penyidik Bareskrim ke Komnas HAM.
Menurutnya, Komnas HAM wajib menyampaikan rekomendasi kepada publik terkait hasil temuan yang dilakukan tim. Hasil temuan tersebut bukan rahasia sehingga temuan tersebut harus dipublikasikan sebagai bentuk pertanggungjawaban Komnas HAM.
"Komnas HAM wajib menyampaikan kepada publik temuan itu, hanya apabila dianggap rahasia baru itu tidak boleh dipublish. Kalau enggak gimana pertanggungjawaban kami. Orang kami dibayar oleh uang rakyat,"beber Sandra.
Sandra menambahkan, Komnas HAM terus menjalin komunikasi dengan Polri. Bahkan, ia menyebut somasi dilayangkan bukan oleh institusi Polri melainkan oleh penyidik Bareskrim.
"Sebenarnya Pak Badrodin bisa menghubungi kami kalau ada hal-hal yang dianggap kurang pas. Ini bukan Pal Badrodin kok, jadi kami tidak menganggap ini dari institusi Polri," ucap Sandra.
Dalam rekomendasinya, Komnas HAM menyimpulkan empat dugaan pelanggaran Bareskrim saat menangkap Bambang. Pertama, penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power. Kedua, penggunaan kekuasaan yang eksesif yang sebenarnya tidak diperlukan. Contohnya adalah penggunaan senjata laras panjang serta pengerahan kekuatan pasukan yang berlebihan.
Ketiga, pelanggaran terhadap due process of law yang tidak dilakukan sesuai Peraturan Kepala Polri Nomor 14 Tahun 2012, yakni tidak didahului surat panggilan. Terakhir, kepolisian dianggap menerapkan hukum secara tidak proporsional dalam penggunaan Pasal 242 juncto 55 KUHP terhadap kerja-kerja advokat sehingga dapat mengancam profesi advokat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.