Insiden Hilangnya 16 WNI, Perlu Satgas Khusus di Perbatasan Turki
Insiden WNI yang diduga hilang di Turki menjadi pelajaran penting pemerintah.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Insiden WNI yang diduga hilang di Turki menjadi pelajaran penting pemerintah. Apalagi, data sementara dari Kemenlu menyebutkan 16 orang itu sukarela memisahkan diri dari rombongan.
"Pemerintah yakni Kemlu dan BIN perlu segera membuat task force atau satgas khusus yang bertugas di perbatasan Turki - Suriah agar bisa melakukan pendataan," kata peneliti terorisme UI Ridlwan Habib ketika dikonfirmasi, Senin (9/3/2015).
Menurut Ridlwan kejadian itu bukanlah yang pertama kali terjadi. Ia mengatakan puluhan orang berupaya ke Suriah bergabung dengan ISIS.
"Ada yang sukarela, ada yang terpaksa, ada yang ikut-ikutan saja," kata Ridlwan.
Ridlwan mengatakan hal tersebut menunjukkan koordinasi antar lembaga pemerintah masih lemah terkait ISIS.
"Belum menjadi perhatian utama, masing-masing masih bekerja sendiri, Imigrasi, Kemlu, Polri dan BNPT masing-masing jalan sendiri," ujar Alumni S2 Kajian Stratejik Intelijen UI itu.
Negara tidak bisa melarang seseorang pergi ke negara lain, termasuk Turki. Namun jika mereka bergabung dengan ISIS tentu harus dilakukan pendataan.
"Saya usulkan ada semacam Satgas Khusus di perbatasan Turki yang melakukan pendataan sekaligus juga sebagai early warning," katanya.
Ridlwan juga mengaku prihatin dengan WNI yang terpaksa ikut ke Suriah karena suaminya ingin ikut ISIS. "Saya mendapatkan data ada mahasiswi usia 22 tahun hilang, orangtuanya sedang mencarinya di Solo. Diduga ikut suaminya ke Suriah," katanya.
Sayangnya, saat orangtua mahasiswi itu melapor ke polisi, kurang mendapat perhatian. "Kasihan, mereka dari Demak. Anaknya pergi tanpa pamit," katanya.
Kasus mahasiswi ini tentu berbeda dengan yang pergi sukarela dengan travel tour. "Dia diduga pergi dengan paksaan. Ini bisa masuk katagori penculikan kalau terbukti," katanya.
Jika warga yang ke Suriah itu terdata dengan baik, bisa diketahui aktivitasnya ketika pulang kembali ke Indonesia.
"Sekali lagi, ke Suriah bukan pelanggaran hukum, tapi kalau pulang dari Suriah melakukan aksi teror di Indonesia baru bisa ditangkap," katanya.