Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bos Virgin Air Protes Eksekusi Mati, Istana: Indonesia Sudah Darurat Narkoba

Andi mengatakan Presiden Jokowi juga telah berketetapan tidak akan memberikan grasi atau pengampunan kepada Terpidana narkoba

Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Bos Virgin Air Protes Eksekusi Mati, Istana: Indonesia Sudah Darurat Narkoba
TRIBUNNEWS.COM/Taufik Ismail
Iring-iringan keluarga Duo Bali Nine dan perwakilan Konsulat Jenderal Australia untuk Indonesia, di Dermaga Wijaya Pura, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Senin (9/3/2015). Enam orang keluarga Andrew Chan dan Myuran Sukumaran berada di dalam mobil usai mengunjungi dua terpidana mati tersebut di Lapas Batu. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia tetap konsisten melaksanakan Undang-undang meski 'serbuan' penolakan pelaksanaan hukuman mati terus berdatangan, yang terakhir adanya petisi mengenai penolakan hukuman mati.

"Sekali lagi Presiden telah menetapkan Indonesia darurat narkoba, lalu sudah ada putusan pengadilan yang dilakukan dalam berbagai tingkat proses hukum untuk memperkuat putusan hukuman mati," ujar Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/3/2015).

Andi mengatakan Presiden Jokowi juga telah berketetapan tidak akan memberikan grasi atau pengampunan kepada Terpidana narkoba. Hal itu telah disampaikan beberapa kali oleh Presiden dalam berbagai kesempatan.

Oleh karena itu, Andi mengatakan hingga kini pihaknya maupun instansi terkait yang melaksanakan hukuman mati belum ada instruksi baru dari Presiden, sehingga sikap pemerintah masih tetap melaksanakan eksekusi mati.

"Belum ada perubahan, dibahas terakhir di sidang kabinet paripurna minggu lalu dan sampai hari ini belum ada perubahan," kata Andi.

Seperti diketahui, Bos Virgin Air Australia, Sir Richard Branson memuat surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo untuk memohon pengampunan bagi Terpidana kasus narkoba yang dijadwalkan menjalani hukuman mati.

Sir Richard Branson yang juga Komisioner di Komisi Global Kebijakan Narkoba, bersama dengan para komisioner lainnya termasuk mantan presiden Brazil, Fernando Henrique Cardoso, serta mantan presiden Swiss, Ruth Dreifuss menyurati Jokowi guna meminta presiden untuk mempertimbangkan ulang keputusannya menolak grasi para terpidana.

BERITA REKOMENDASI

Dilansir dari situs Virgin, surat terbuka dimuat dalam bahasa Inggris maupun Indonesia dan berbunyi:

Kepada Yang Terhormat Presiden Widodo,

Sebagai anggota Komisi Global dalam Kebijakan Narkoba, yang melibatkan sepuluh mantan Kepala Negara dan Pemerintahan, serta ahli-ahli dalam kebijakan narkoba, HAM, penegakan hukum, dan kesehatan masyarakat, kami menuliskan surat ini untuk meminta pengampunan atas dua warga Australia yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, seorang warga Brazil yaitu Rodrigo Gularte, seorang warga Perancis yaitu Serge Atlaoui, seorang warga Ghana yaitu Martin Anderson alias Belo, seorang warga Nigeria yaitu Raheem Agbaje Salami, dan empat orang warga Indonesia yaitu Iyen bin Azwar, Harus bin Ajis, Sargawi alias Ali bin Sanusi, dan Zainal Abidin yang sedang menunggu saat eksekusi oleh pemerintah Indonesia sehubungan dengan hukuman yang dijatuhkan kepada mereka karena melakukan pelanggaran narkoba.

Kami tidak berniat untuk ikut membahas rincian judisial kasus-kasus tersebut. Kami juga tidak menyatakan bahwa nama-nama di atas tidak melakukan tindakan pidana sehubungan dengan hukuman yang dijatuhkan atas mereka, dan kami juga tidak menyatakan bahwa mereka tidak perlu ditahan atas pelanggaran mereka.

Akan tetapi, kami benar-benar merasa bahwa hukuman mati adalah sebuah bentuk hukuman yang tidak manusiawi yang telah terbukti berkali-kali gagal digunakan sebagai sarana pemberi rasa takut melakukan tindak pidana. Negara-negara yang masih menjalankan eksekusi atas pelanggaran narkoba belum dapat melihat adanya perbedaan antara permintaan dan penawaran. Perdagangan narkoba masih tetap tidak terpengaruh oleh adanya ancaman hukuman mati.


Tambahan lagi, hukuman mati mencabut adanya kesempatan pengampunan bagi pidana yang bertobat. Setahu kami ada beberapa terdakwa yang kebanyakan masih baru menginjak dewasa ketika terbukti bersalah, yang telah menyatakan rasa penyesalan yang mendalam atas pelanggaran mereka, dan berniat untuk menjalani hidup dengan lebih baik dan penuh tujuan.

Kami sangat menghargai hukum Indonesia dan menghargai adanya tanggung-jawab Bapak sebagai Presiden untuk menjaga agar negara dan penduduk Indonesia aman dari pidana dan bahaya. Akan tetapi, sebagai advokat reformasi kebijakan-narkoba-berdasarkan-bukti, kami telah meneliti berbagai pendekatan yang berbeda dari berbagai negara secara sangat mendalam. Penelitian kami menemukan bahwa memperlakukan narkoba sebagai masalah kesehatan dan bukan sebagai masalah pidana dapat membantu menurunkan angka kematian karena narkoba, membatasi penyebaran penyakit menular seperti HIV/AIDS atau Hepatitis, menurunkan angka pidana terkait narkoba, dan memberi kesempatan bagi orang-orang yang bergumul dalam kecanduan untuk dapat menjadi orang-orang yang berguna bagi nusa dan bangsa lagi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas