Masuknya Timses dan Politisi Jadi Komisaris Adalah 'Upah' dari Jokowi
Selain diberikan ke timses dan politisi, upah ini juga diberikan ke keluarganya untuk ditempatkan sebagai komisaris.
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Masuknya sejumlah tim sukses Jokowi-JK dan politisi sebagai komisaris perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai Direktur Eksekutif Centre for Budget Analysis, Uchok Sky Khadafi sebagai ‘upah’ dari Jokowi.
“Bahwa ini sebagai ‘upah’ mereka yang selama ini mendukung Jokowi,” kata Uchok saat dimintai keterangan di Jakarta, Senin (23/3/2015).
Menurut Uchok, selama ini mereka sangat getol mendukung kampanye pemenangan Jokowi. Mereka, lanjutnya, ada yang pura-pura profesional, dan independen. Di balik ini, mereka mendukung Jokowi. Selain diberikan ke timses dan politisi, ‘upah’ ini juga diberikan ke keluarganya untuk ditempatkan sebagai komisaris.
Langkah Jokowi yang memberikan ‘upah’ ke timses dan politisi ini, akan berdampak ke kinerja BUMN kita.
“BUMN menjadi tidak profesional karena diisi oleh orang-orang yang tidak punya kualitas, integritas, dan berpotensi KKN, maka pengelolaan BUMN menjadi jelek,” tegasnya.
Uchok meminta Jokowi untuk meninjau ulang sejumlah Timses dan politisi yang ditempatkan menjadi komisaris BUMN. Semestinya, Jokowi tidak memasukkan orang-orang ini.
“Baik Timses dan Politisi jangan di’upah’. Dalam hal ini, Jokowi mengubah Nawa Cita menjadi Nawa Duka,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui, sejumlah politikus dan tim relawan Jokowi-JK masuk dalam jajaran komisaris BUMN, di antaranya Bank Mandiri (Aviliani, Darmin Nasution, dan Cahaya Dwi Rembulan Sinaga), Bank BNI (Rizal Ramli, Pataniari Siahaan, Revrison Baswir, dan Anny Ratnawati), Bank BRI (BS Kumuyolno, Adyaksa Dault, Mustafa Abubakar, Gatot Suwondo, dan Sonny Keraf), Jasa Marga (Refly Harun, dan Daniel Sparingga), PT Telkom Indonesia (Hendri Saparini), dan PT Telkomsel (Diaz Hendopriyono).