Jenderal Didik Purnomo Menangis Saat Membacakan Pledoi
Didik Purnomo yang mengenakan kemeja batik lengan panjang itu menangis saat menceritakan pengalaman pribadinya.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo yang menjadi terdakwa dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator uji klinik pengemudi roda dua (R2) dan roda empat (R4) tahun anggaran 2011 sempat menangis saat membacakan nota pembelaan atau pledoi.
Didik Purnomo yang mengenakan kemeja batik lengan panjang itu menangis saat menceritakan pengalaman pribadinya. Dalam pledoi yang berjudul 'Tugas Tambahan Wajib itu Telah Menguburkan Semua Impian Saya' itu sengaja disertakan pengalaman pribadinya.
"Saya mohon izin menyampaikan sekilas info tentang pribadi saya yang Mulia. Saya terlahir di desa kecil di Kabupaten Lamongan, kurang lebih 40 kilometer sebelah barat kota Surabaya, Jawa Timur," kata Didik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/3/2015).
Didik lalu melanjutkan membacakan pledoi, dirinya menceritakan bahwa sang ayah berprofesi sebagai kepala sekolah dan ibunya yang seorang ibu rumah tangga biasa. Menurutnya, ia merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara.
"Ayah saya meninggal saat saya berusia delapan tahun. Dengan demikian praktis saya dibesarkan oleh seorang ibu yang hanya mengandalkan gaji pensiunan seorang kepala sekolah," kata Didik yang menangis saat melontarkan kalimat tersebut.
Didik sempat tertunduk untuk menahan rasa sedihnya di tengah pembacaan pledoi. Dirinya pun sempat beberapa detik terdiam untuk menenangkan emosinya tersebut.
Masih dalam pledoinya, Didik mengaku tidak pernah menginginkan menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang ternyata mengantarkan dirinya terjerat dalam kasus korupsi. Karena menurutnya, saat ia menjabat sebagai Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri tugas-tugas PPK tidak tercantum dalam job desknya.
"Tugas-tugas PPK ini tidak pernah saya lakukan sebelumnya saat menjadi anggota polisi. Tugas ini saya sebut sebagai tugas tambahan dari tupoksi saya (menjadi Wakorlantas)," tuturnya.
Didik menyebut, menjadi PPK membuat dirinya harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, menjadi PPK telah membawa petaka dalam karirnya yang selama 32 tahun berkarir di Kepolisian.
"Menjadi PPK mengubur impian saya menjelang lima tahun menjelang purnabakti saya di Kepolisian RI," tuturnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.