Penyidik Geledah Dua Vendor Penyedia Proyek Payment Gateway
Penyidik Bareskrim geledah dua vendor proyek paymemnt gateway PT Nusa Satu Inti Arta dan PT Finnet Indonesia, anak perusahaan PT Telkom.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menggeledah dua perusahaan vendor yang terlibat proyek payment gateway di Kementerian Hukum dan HAM.
"Saat ini sedang dilaksanakan penggeledahan di dua lokasi kantor vendor terkait payment gateway," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Agus Rianto di Mabes Polri, Selasa (14/4/2015).
Agus mengatakan hari ini yang digeledah hanya PT Nusa Satu Inti Arta (Doku) dan PT Finnet Indonesia yang merupakan anak perusahaan PT Telkom, bukan di kediaman Denny Indrayana.
"Hanya di vendor, (bukan rumah). Penggeledahan dilakukan untuk melengkapi apa yang diperlukan penyidik," tambah Agus.
Sebelum menggeledah vendor, beberapa minggu lalu Bareskrim juga melakukan penggeledahan di Kementrian Hukum dan HAM. Hasil penggeledahan berupa dokumen, surat, proposal hingga notulen rapat sebanyak 299 item.
PT Nusa Satu Inti Arta (doku) bersama PT Finnet Indonesia menjadi perusahaan yang menggerakkan program tersebut tahun 2014 lalu. PT Nusa Satu Inti Arta merupakan perusahaan informasi teknologi (IT) Solution dengan brand doku.
Perusahaan ini bergerak di bidang penyedia sistem pembayaran online terintegrasi. Dalam sebulan, doku menangani rata-rata 2,7 juta transaksi online dengan nilai mencapai Rp 1 triliun.
Sementara PT Finnet Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang sistem pembayaran elektronik. 60 persen saham perusahaan ini dimiliki PT Telkom Indonesia.
Salah satu sistem pembayaran elektronik perusahaan yang ditangani PT Finnet Indonesia adalah program layanan pembelian tiket yang diluncurkan PT KAI pada pertengahan Maret 2015 lalu.
PT KAI pernah meminta PT Finnet Indonesia menyediakan fasilitas layanan pembelian tiket elektronik. Layanan berupa vending machine pembelian tiket kereta api itu diberi nama e-kiosk.
Dalam kasus ini penyidik sudah menetapkan tersangka mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Ia diduga menyalahgunakan wewenang dalam program sistem pembayaran paspor elektronik di Kementrian Hukum dan HAM.
Atas perbuatannya dia dijerat dengan Pasal 2 ayat 2, Pasal 3 dan Pasal 23 UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.